[Bagian 3]
Bagaimana caranya mengukir sunnah pada anak?
1. Orang tua mengetahui sunnah- sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
Tentu untuk mengajarkan sesuatu, kita sebagai pengajar harus menguasai apa yang akan kita ajarkan kepada anak. Mustahil mampu memberikan sesuatu jika kita sendiri tidak memiliki apapun untuk kita berikan.
2. Orangtua berusaha menerapkan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di kehidupannya.
Orangtua harus menyadari bahwa sangat penting bagi anak- anak untuk melihat langsung dari orangtuanya hal- hal yang diajarkan kepada mereka, bukan hanya sebatas kata- kata dan perintah saja. Dengan orangtua melakukannya, anak- anak lebih mudah dan lebih yakin bahwa memang apa yang diajarkan oleh orangtuanya adalah hal yang baik untuk mereka lakukan, buktinya orang tuanya melakukannya juga. Dan sudah Allah disign sedemikian rupa bahwa anak usia 0- 7 tahun adalah masa dimana mereka dberi kemampuan untuk meniru. Kemampuan ini sangat besar Allah berikan, sehingga seringkali kita dapati, belum sampai berjam- jam anak- anak melihat suatu perbuatan, serta merta anak langsung melakukannya juga. Ini sesungguhnya kemudahan dari Allah untuk kita para orangtua.
3. Dilakukan permomentum
Kebanyakan orangtua merasa berat mengajarkan tentang sunnah pada anak- anaknya karena merasa dirinya tidak punya ilmu yang memadai dan cukup untuk mngajari anaknya. Merasa tidak percaya diri, lalu pada akhirnya melepas masa berliannya anak- anak untuk mendapatkan didikan terbaik, lalu membebaskan anak melakukan apa saja dengan dalih, anak masih kecil. Padahal, ketika kita bicara tentang menanamkan sunnah pada anak, maka mengajarkan ilmu sunnah pada anak lebih mudah di usia dini anak- anak, layaknya mengukir dia atas batu.
Nah, bagaimana caranya?
Kita mengajarkan dan membiasakan pada anak permomentum. Artinya, kita mengajarkan sunnah tersebut sesuai dengan kegiatan yang sedang dilakukan anak. Pada saat anak mau makan, kita terapkan sunnah dan adab- adab makan saat itu. Dan kita terapkan setiap kali anak makan, sehingga tidak mungkin sunnah saat makan tidak menjadi kebiasaan yang anak bawa seumur hidupnya ketika pembiasaan itu kita lakukan bertahun- tahun, minimal selama 7 tahun, yaitu masa dimana waktu anak paling banyak dengan ibunya.
Begitu anak menyusu pada ibunya, kiat ajarkan sembari menyusui ke anak dengan penjelasan mengenai adab dan sunnah makan dan minum. Dan seterusnya sesuai denga napa yang kita kerjakan di keseharian bersama anak.
4. Sabar dalam mengulang- ulang pengajaran sunnah disetiap momentumnya.
Anak- anak dengan kemampuan perkembangan otak yang masih belum sempurna membuat anak- anak kita butuh pengulangan atas apa yang kita ajarkan. Layaknya seorang yang mengukir, gerakan yang sama dilakukan berulang- ulang sesuai motif yang ingin ia dapatkan dengan sabar dan tekun. Jadi, karena alasan inilah, maka jangan merasa lelah dan bosan untuk selalu memantau anak untuk setiap kegiatannya sehari- hari lalu mengingatkan mereka kembali saat mereka lalai dalam melakukannya atau kurang sempurna pelaksanaannya. Ingat, tujuan kita adalah apa yang kita ajarkan bisa tertanam kuat pada diri anak yang akhirnya menjadi karakter yang dibawa anak sampai wafatnya, untuk sebuah hal baik yang kita tanamkan pada anak bisa menjadi satu karakter adalah 12 tahun kita mengulang- ulang hal itu dilakukan anak. Karena terbentuknya karakter anak kata para ahli adalah apabila anak- anak dengan segala kebiasaannya mencapai usia 12 tahun.
5. Doakan anak- anak menjadi ahli sunnah
Ikhitar tanpa doa tidaklah sempurna. Sebagaimana doa saja tidak cukup tanpa ikhtiar. Maka, ketika kita punya suatu harapan besar anak- anak ini kelak menjadi hamba kecintaan Allah, menjadi umat yang dicintai oleh Raulullah shalalahu alaihi wasallam, seumur hidup Allah curahkan rahmat-Nya dan sepanjang waktu diampuni segala dosa- dosanya dengan wasilahnya menjadi ahli sunnah, maka doa adalah senjata ampuh yang mendongkrak segala harapan dan ikhtar kita. Saking hebatnya keutamaan doa, hanya doa saja yang Allah jadikan sebagai wasilah mampu merubah takdir. Doa yang Allah izinkan terwujud bisa merubah takdir anak- anak kita.
6. Bertawakal
Segala ikhtiar dan doa kita adalah dua hal yang kita harapkan bisa mewujudkan harapan kita. Namun, kita tetap meyakini bahwa pemiki segala kehendak adalah Allah, maka setelah ihktiar dan doa yang maksimal serahkan semua kepada Allah. Jikapun Allah takdirkan anak- anak tidak seperti harapan kita, maka kita sesungguhnya sudah sampai dengan apa yang kita niatkan dan mendapatkan pahala yang sempurna atas niat kita itu, kemudian kita ikhtiarkan itupun menjadi pahala terbaik yang berlipat- lipat pahalanya di sisi Allah, belum lagi tumpukan doa- doa kita untuk anak- anak menjadi pahala yang menggunung yang kelak adanya sangat kita syukuri manakala di depan mata kita Allah hamparkan neraka yang menyala- nyala disertai adzab yang sangat pedih yang Allah tampakkan di sana.
Tidak ada kebaikan yang sia- sia jika kita niatkan kaena Allah. Pasti Allah berikan balasan atas kebaikan itu. Dan kebaikan yang kita lakukan kepada anak- anak kita sesungguhnya akan kembali kepada diri kita sendiri
Allah azza wa jalla berfirman yang artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.”” (Q.S. Ali ‘Imran : 195)
Segala kesakitan kita, kelelahan dan keletihan yang sangat serta airmata yang tumpah tak terhitung banyaknya selama kita mendidik anak- anak telebih yang kita ajarkan adalah sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka tidak ada balasan lain dari Allah kecuali surga Allah.