Sesungguhnya pondasi dalam beribadah itu terletak pada bagaimana seseorang beribadah sesuai dengan Al-Qur’an dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Allah Ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3).
Jadi tidak cukup hanya bermodalkan “ini kan ibadah, baik untuk dilakukan” ketahuilah jika tidak ada tuntunannya maka sungguh sia-sia.
Ibarat bangunan yang telah ditentukan pondasinya oleh sang pemilik agar dapat menjadi bangunan yang kokoh, ketika orang lain ingin menambah sedikit saja takaran bangunan tersebut maka penambahan tadi malah akan merusak dari bangunan tersebut.
Karna beribadah bukan dilihat dari kuantitasnya, namun dari bagaimana Allah ta’ala telah tetapkan kualitas dari ibadah itu sendiri yang telah sempurna.
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim rahimahullah berkata,
وَدِينُ الْإِسْلَامِ مَبْنِيٌّ عَلَى أَصْلَيْنِ، عَلَى أَنْ لَا نَعْبُدَ إلَّا اللَّهَ، وَأَنْ نَعْبُدَهُ بِمَا شَرَعَ، لَا نَعْبُدُهُ بِالْبِدَعِ
“Agama Islam tegak di atas dua pondasi:
(1) Kita tidak boleh beribadah kecuali kepada Allah.
(2) Kita beribadah kepada-Nya dengan cara yang Dia syari’atkan, bukan dengan bid’ah-bid’ah.”
[Al-Fatawa Al-Kubro, 1/206]
Oleh karena itu kelak di hari kiamat, orang yang diterima amalannya dan menghadap Allah ﷻ dalam keadaan dirahmati adalah orang yang beramal di atas tauhid dan sunnah.
Wallahu a’lam
Faedah Kitab Fadhlul Islam
Ustadz Ali Musri Semjan Putra, M. A hafidzahullah