Lisan lebih tajam dari silet. Luka yang ditimbulkan oleh lisan bahkan adakalanya pada diri seseorang tidak mampu disembuhkan seumur hidupnya, dikarenakan begitu tajam dan dalam luka di hatinya. Kata- kata yang meluncur dari “apa kata orang” ini seringkali membuat seseorang tidak tenang hidupnya, terguncang jiwanya, dan mengalami kehancuran dalam kehidupannya.
Alangkah dahsyatnya perkara lisan ini, ya shalihat fillah. Maka sungguh benarlah apabila kemampuan menjaga lisan dari menyakiti orang lain menjadi asbab seseorang masuk surga dan dijaminkan mendapat surga Allah oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yang menjamin untukku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)
Akan tetapi, tidak semua orang mampu menjaga lisannya untuk selalu berucap baik. Menyadari keadaan ini, bagaimana cara kita menyikapi omongan- omongan netizen yang luar biasa menyakitkan sehingga tidak berdampak pada kesehatan jiwa dan ketentraman hidup kita? Berikut ini beberapa tips yang insya Allah bisa menjadi solusi.
- Memahami bahwa semua orang punya kemampuan bicara akan tetapi kendalinya bukan pada kita
Allah menciptakan manusia dengan sangat sempurna. Allah menjadikan manusia memiliki perangkat dalam dirinya yang bisa menjadikannya bicara. sehingga siapapun dengan izin Allah bisa bicara apa saja. hanya saja yang membedakan adalah ada orang yang mempergunakan lisannya untuk membicarakan keburukan dan hal- hal keji dan ada orang yang mempergunakan lisannya untuk kebaikan dan hal- hal yang bermanfaat.
Oleh karena hal ini pula, kita tidak mungkin memaksa orang lain untuk berbicara yang baik- baik saja termasuk saat membicarakan tentang diri kita. Sebab kendali akan itu bukan pada diri kita, akan tetapi ada pada Allah kemudian setelahnya pda diri mereka sendiri. Namun begitu, kita bisa mengendalikan lisan kita untuk tidak membalas kata- kata buruk yang siapapun lontarkan pada kita dengan kata- kata yang buruk dan keji pula.
Menyadari keadaan ini, kita jadi terpahamkan bahwa lisan mereka menjadi tanggungjawab mereka kelak dihadapan Allah, bukan kita. menyadari hal ini, kita jadi mampu menata hati karena kelak Allah lah yang akan memberikan balasan atas setiap kata demi kata yang mereka ucapkan dengan setimpal.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Luqman: 16).
Jadi, walaupun orang- orang berkata yang buruk mengenai diri kita sejauh apapun posisi orang tersebut dari kita, secara sembunyi- sembunyi atau terang- terangan, maka jelas dan pasti Allah akan mendatangkan balasannya untuk orang itu.
- Kenali diri sendiri
Sangat penting untuk setiap kita mengenali diri sendiri. Tentang kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Mengenai pilihan- pilihan yang kita pilih dan segala konsekwensi yang bakal kita terima. Perihal hidup dan keadaan yang kita jalani di masa lalu dan yang sedang berlangsung.
Ini sangat membantu kita manakala ada orang di luar diri kita yang berbicara mengenai diri kita, dimana ada orang yang merasa sok tahu tentang hidup kita, atau pada saat ada orang lain yang mengatur apa yang harus dan tidak harus kita lakukan dengan lisannya, kita sudah paham seperti apa diri kita dan jalan hidup yang sedang kita tempuh, sehingga kita bisa mengambil sikap untuk tidak mempedulikan apa kata mereka. Karena yang paling mengenal diri kita beserta segala hal di dalamnya sekecil- kecilnya adalah diri kita sendiri, setelah Allah.
- Pasang filter di hati dan pikiran, mana kata- kata yang layak diterima dan mana yang harus diabaikan
Wanita sangat rentan dengan “apa kata orang” akan dirinya. Disebabkan perasaan yang dominan pada wanita. Jika wanita terluput untuk memasang filter di dalam hati dan pemikirannya untuk hal- hal yang mana saja yang perlu ia beri perhatian dan yang mana yang harusnya ia abaikan begitu saja, hal ini akan menjadi boomerang yang menghancurkan perasaan dan ketentraman hidupnya.
Filter ini bisa berupa pertanyaan yang sudah disiapkan untuk melawan setiap omongan orang yang sampai ke telinga kita. “Siapa orang yang bicara? apakah dia orang penting dalam hidupku? Apakah dia orang yang kenal dekat dengan diriku? Apakah dia tahu isi hati dan kepalaku? Apakah dia mengetahui duduk perkara yang sebenarnya? Apakah yang aku lakukan sudah sesuai dengan syariat Allah?”
Sehingga, apabila yang bicara bukanlah orang yang kita kenal, tidak dekat dan kenal dengan diri kita seutuhnya, hanya orang yang sok tahu tentang hidup kita, tidak bisa tahu tentang isi hati dan isi kepala kita, bukanlah orang yang paham dengan duduk perkara yang sesungguhnya dan apa yang kita lakukan dan kita jalani tidak melanggar syariat Allah, maka apa alasan bagi kita untuk menerima kata- kata tersebut masuk ke dalam hati dan layak untuk jadi bahan pemikiran kita? Tidak ada sama sekali, bukan?
- Bersabar, karena mereka adalah orang yang dipilihkan Allah untuk menguji kita
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً ۗ اَتَصْبِرُوْنَۚ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيْرًا…
…”Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.” (QS. Al-Furqon: 20).
Sebagaimana kesadaran kita yang sedang menghadapi masa- masa ujian di sekolah, tentu kita berupaya untuk segala daya upaya lulus dengan nilai terbaik. Kesadaran ini yang harus kita miliki manakala dihadapkan dengan ujian dari Allah berupa “apa kata orang” ini.
Kita berupaya mengatur sikap dan tindak tanduk sertaa lisan daan suasana hati sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dalam Al-quran dan Assunnah. Berusaha sekuat kemampuan yang dimiliki untuk dapat bersabar dan menerima semua dengan ikhlas sebagai sarana untuk meningkatkan ketaqwaan kita di hadapan Allah dan menaikkan level kita dipandangan Allah.
Kita menyambut pertanyaan Allah: “ Maukah kamu bersabar” pada ayat di atas, dengan memberikan jawabannya melalui sikap kita yang mau bersabar karena Allah menghadapi kata- kata yang buruk dari orang- orang di sekitar kita. Berupaya memperbanyak bertasbih dan memuji Allah Azza Wa Jalla disetiap waktu, terlebih manakala ada gejolak dalam dada yang memanas memaksa untuk membalas semua dengan keburukan lisan yang lebih dahsyat dan atau ketika gelombang kesedihan memporandakan perasaan hingga kehilangan kesadaran akan siapa diri sendiri. Benar- benar menjadikan sabar dan sholat sebagai penolong, sesuai dengan firman Allah pada surah Al- Baqarah ayat 45 dan ayat 153:
وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al- Baqarah:45)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖوَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (QS. Thaha: 130)
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِوَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat.” (QS. Qaaf: 39-40)
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَفَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَوَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu ajal.” (QS. Al-Hijr: 97-99)
- Mengalihkan perhatian dengan melakukan perbaikan diri dan menunaikan kewajiban
Sebagian besar dari kita yang mendapatkan “apa kata orang” biasanya cenderung tidak mampu melakukan aktifitasnya seperti biasa karena perasaannya serta fikirannya terganggu dengan kata- kata yang sampai ke telinga. Tidak lagi bisa melaksanakan kewajiban- kewajibannya dengan baik karena jiwanya terguncang dan merasa sangat tersakiti. Merasa tak habis pikir sampai- sampai over thinking, “ Mengapa mereka sampai hati berbicara demikian tentang aku”, “Apa salahku sampai mereka berkata demikian?”, :Mereka kira mereka siapa merasa berhak mengatur dan berkomentar tentang hidupku?”, “ Apakah benar aku seburuk itu?”. Berputar- putar pemikiran di dalam kepala tanpa mampu dihentikan lagi.
Di saat ini harus kita sadari bahwa kita tidak akan dihisab atas apa yang orang lakukan dan katakan tentang kita, akan tetapi kita pasti bakal dihisab atas apa yang kita lakukan dan yang tidak kita lakukan. Alihkan perhatian manakala hal- hal itu mengganggu dengan mulai berfokus untuk berbenah diri, sebab masih banyak kebaikan yang masih harus kita upayakan untuk kita lakukan. Berfikir untuk hal- hal yang lebih memajukan diri kita dengan berjuang melaksanakan dengan lebih baik kewajiban- kewajiban kita sebagai istri, ibu, anak dan hamba Allah.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
وَبَعْدَ البِلَى مَنْشُوْرُوْنَ وَيَوْمَ القِيَامَةِ إِلَى رَبِّهِمْ مَحْشُوْرُوْنَ وَلَدَى العَرْضِ عَلَيْهِ مُحَاسَبُوْنَ بِحَضْرَةِ الموَازِيْنِ وَنَشْرِ صُحُفِ الدَّوَاوِيْنَ وَنَسُوْهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ لَوْ كَانَ غَيْرُ اللهِ الحَاكِمَ بَيْنَ خَلْقِهِ لَكِنَّهُ اللهُ يَلِي الحُكْمَ بَيْنَهُمْ بِعَدْلِهِ بِمِقْدَارِ القَائِلَةِ فِي الدُّنْيَا يَوْمَئِذٍ يَعُوْدُوْنَ فَرِيْقٌ فِي الجَنَّةِ وَفَرِيْقٌ فِي السَّعِيْرِ
“Setelah hancur, manusia dibangkitkan. Dan pada hari kiamat, manusia dikumpulkan di hadapan Rabb-Nya. Di masa penampakan amal manusia dihisab. Dengan dihadirkannya timbangan-timbangan dan ditebarkannya lembaran-lembaran (catatan amal). Allah menghitung dengan teliti, sedangkan manusia melupakannya. Hal itu terjadi pada hari yang kadarnya di dunia adalah 50 ribu tahun. Kalaulah seandainya bukan Allah sebagai hakimnya niscaya tidak akan bisa, akan tetapi Allahlah yang menetapkan hukum di antara mereka secara adil. Sehingga lama waktunya (bagi orang beriman) adalah sekadar masa istirahat siang di dunia, dan Allah Yang Paling Cepat Perhitungan Hisabnya. Sebagaimana Allah memulai menciptakan mereka, ada yang sengsara atau bahagia, pada hari itu mereka dikembalikan. Sebagian masuk surga, sebagian masuk neraka.”
- Tiada yang lebih baik selain ridha Allah
Menjalani hidup harus berpegang pada prinsip yang teguh, tentu saja prinsip hidup yang kokoh hanyalah yang disandarkan kepada Allah. Tanpa prinsip hidup yang berpegang pada tali Allah, sudah dipastikan hidup seseorang layaknya sehelai bulu yang terombang ambing dihembus angin. Mudah jatuh, mudah terbawa arus, dan mudah rapuh oleh alasan- alasan sepele.
Dikeadaan yang sulit akibat celaan ataupun omongan- omongan orang yang menyudutkan bahkan mengecilkan serta menghina, pada masa- masa kehidupan kita dihakimi oleh orang lain, maka mengarahkan pandangan hanya pada ridha Allah adalah pilihan terbaik.
عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رضى الله عنها أَنِ اكْتُبِى إِلَىَّ كِتَابًا تُوصِينِى فِيهِ وَلاَ تُكْثِرِى عَلَىَّ. فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ »
Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, “Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam lafazh Ibnu Hibban disebutkan,
مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ
“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”
Salihat fillah, memang tidak mudah untuk berusaha tegar ditengah gulungan badai omongan orang yang tidak menyamankan. Namun tidak ada pilihan untuk menyerah kemudian menerima mentah- mentah kata- kata yang tidak baik itu, selain terus berusaha, karena taruhaannya adalah hidupmu sendiri. Teruslah berjuang untuk menjadi pribadi yang tegar, tabah, sabar dan tangguh tanpa diwarnai pengaruh buruk “apa kata orang”.
Semoga manfaat.
