Berjalan sendirian menyusuri jalan yang haq ini
Dalam keterasingan kutemukan keindahan yang sesungguhnya
Menggenggam bara api sendirian bukanlah suatu yang hal mudah
Cacian, makian, hinaan jua tatapan sinis yang menghujam
Menjadi asupan setiap harinya
Tak mengapa semoga semua ini berujung surga-Nya
Di kehidupan yang sesungguhnya di keabadian
Kala aku memutuskan untuk hijrah menjadi insan yang lebih baik dan dengan izin Allah hidayah itu datang kepadaku. Hanya beberapa saja dari mereka yang mendukung langkah ini bahkan hanya hitungan jari, orang yang menerima hijrah ini. Selebihnya menentang, menolak bahkan sampai mencaci. Bukan orang jauh bahkan dalam atap yang samapun menjadikan diri ini asing di tempat yang seharusnya memberi kenyamanan dan lingkungan tempat tinggal yang menentang hijrah ini. Rumah yang seharusnya menjadi tempat penyemangat dan pendukung namun kini menjadi tempat yang asing. Orang tua tidak mendukung bahkan menentang kala diri ini ingin menjadi sosok wanita yang Allah perintahkan. Orang tua yang menentang cara berpakaian dan yang lebih suka anaknya menuntut ilmu dunia dan berambisi di dalamnya daripada perihal akhirat.
Mereka yang tidak peduli aurat anaknya dan lebih memikirkan penilaian agar terlihat indah di mata manusia. Mereka yang mengatakan aku terlalu fanatik, berlebihan, aneh, dan lain sebagainya. Mereka yang menuntut aku menjadi wanita karir, terkenal, berprestasi dalam ilmu dunia, dan tak ingin seperti mereka yang kehidupannya susah secara finansial namun mereka juga mengesampingkan perihal akhirat. Aku paham mengapa mereka melakukan demikian, karena mereka tak ingin anaknya merasakan susahnya hidup seperti yang mereka rasakan. Terutama ibu yang menjadi tulang punggung keluarga, panas matahari yang membakar tubuhnya di siang hari sebagai buruh tani terkadang juga hujan yang mengguyur tubuhnya tak ia pedulikan untuk menafkahi keluarga. Ibu yang hampir 20 tahun tidak dapat menemui orang tuanya di kampung karena keterbatasan ekonomi.
Aku paham betapa besar harapannya menjadikan anaknya sukses dan tidak merasakan sulitnya hidup seperti yang ia alami. Namun, keterbatasan ilmu yang dimiliki orang tua, hingga ia belum paham bahwa rezeki telah Allah tetapkan kepada setiap manusia dan rezeki itu akan selalu ada selama nafas ini masih berhembus. Mereka juga tak paham bahwa segala yang terjadi di kehidupan ini tak lepas dari qadarullaah. Ibu… Ayah… sungguh inginku tak hanya sebatas dunia namun besar inginku menghadiahkan surga untuk kalian dan berkumpul kembali di surganya Allah kelak, karena dunia ini tak ada apa-apanya.
Hingga aku sampai pada titik ini, iya benar… titik dimana aku diasingkan ketika aku memilih berjalan di jalan yang Allah perintahkan. Hidayah ini mahal, tidak dapat kita beri kepada orang yang paling kita sayangi karena hidayah ini mutlak hanya milik Allah. Tidak semua orang mendapat dan merasakan manisnya hidayah ini. Dan kini Allah beri hidayah itu untuk kita dari miliyaran manusia di dunia ini Allah pilih kita, tidakkah ini menggetarkan hatimu? Betapa sayangnya Allah kepada kita. Jangan sia-siakan dan jangan pernah melepasnya, karena kamu juga paham betapa sulit meraihnya. Banyak dari manusia yang sudah mendapatkan hidayah dan sudah merasakannya namun ia melepasnya dan kembali ke kelamnya masa lalu.
Aku tahu dan aku paham betul tidak mudah menggenggam bara api ini sendirian, berjalan di jalan yang haq ini dan hidup dalam keterasingan, karena aku juga mengalami dan merasakannya. Namun, ingatlah duhai shalihah kehidupan dunia ini hanya sementara, itu berarti kesabaran di dunia ini hanya sebentar. Ingatlah, kita hijrah karena siapa? dan untuk apa? Bukankah kita hijrah karena Allah dan untuk mendapatkan surga-Nya kelak? Benar, pasti itu jawabannya. Maka, tak perlu menyiksa diri hanya untuk meraih penilaian manusia. Jadilah seperti yang Allah inginkan, bukan yang kita inginkan apalagi yang mereka inginkan. Usia kita terlalu singkat hanya untuk mendapat penilaian manusia yang tak ada ujungnya. Shalihah… ingatlah sebuah hadits yang berbunyi,: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145)
Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api. Sebagaimana dalam sebuah hadits,: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ingatlah yang Allah tawarkan mahal, yang Allah tawarkan Surga. Tidak mungkin diraih dengan mudah tanpa ada perjuangan dan pengorbanan yang besar. Tanyakan pada diri sendiri sudah sejauh mana berjuang dan berkorban? Mengapa mudah sekali mengeluh dan ingin menyerah? Kita ini belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan para salafush shalih terdahulu. Semangat ya, kamu tak sendirian, ada aku, mereka juga kita yang siap merangkul bersama menggenggam bara api ini. Semoga kita tetap berada diatas manhaj salaf hingga akhir usia kita. Aamiin.
Ingin ku gapai rumah di surga nanti
Yang penghuninya bukan hanya aku namun orang-orang yang ku sayangi
Di bawah dentuman sakitnya hinaan dan cacian
Ku jadikan penopang terkuat untuk tetap tegar dan kuat
Mengajak mereka menapaki jalan yang haq ini
Bergandengan tangan hingga kaki kita menginjakkan surga-Nya
Jangan bersedih dan jangan putus asa
Ada surga yang harus kau raih di kehidupan sesungguhnya
Silvania Carella Prinst
Medan, 08 Desember 2021