Setiap manusia memiliki kegiatan dan rutinitasnya masing- masing. Meski begitu, semua dari manusia akan menemui satu keadaan yang sama, yaitu merasakan Lelah dalam menjalani segala kegiatan dan urusan- urusannya. Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِى كَبَدٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al Balad: 4)
Dari kelelahan yang dirasakan tidak semua manusia mendapatkan hasil yang sama dari kelelahannya di pandangan Allah. Lantas, apa yang membedakan hasil akhirnya? Mari kita bahas bersama, supaya kelelahan kita yang sangat mendera diri kita selama di dunia menjadi wasilah bagi mengucurnya pahala terbaik dan ridha Allah untuk hidup kita di dunia dan di akhirat.
1. Lelah yang sia- sia
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاۤءً مَّنْثُوْرًا
“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al Furqon: 23)
Maka kelak di akhirat, ada dari golongan manusia yang telah berlelah- lelah selama di dunia akan tetapi apa yang mereka usahakan selama di dunia itu sama sekali tidak berarti dan sia- sia. Tidak bisa menjadi penolong bagi mereka dari adzab Allah.
1) Golongan manusia yang melakukan suatu urusan dan beramal soleh hanya berharap mendapatkan kesenangan dunia tanpa niat yang lurus karena Allah.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.–Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa ada seorang yang berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَجْرَ لَهُ فَأَعْظَمَ ذَلِكَ النَّاسُ وَقَالُوا لِلرَّجُلِ عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَعَلَّكَ لَمْ تُفَهِّمْهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ رَجُلٌ يُرِيدُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَهُوَ يَبْتَغِي عَرَضًا مِنْ عَرَضِ الدُّنْيَا فَقَالَ لَا أَجْرَ لَهُ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ عُدْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ لَهُ لَا أَجْرَ لَهُ* (ابوداود وحسنه الألباني في صحيح سنن ابي داود رقم 2196
)
“Wahai Rasulullah, ada seseorang yang ingin berjihad di jalan Allah dan ingin mendapatkan harta dunia?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia tidak mendapatkan pahala”, orang-orang pun merasakan keberatan, dan berkata, “Kembalilah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin saja, kamu belum memberikan penjelasan yang rinci.” Maka orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang ingin berjihad di jalan Allah dan ingin mendapatkan harta dunia?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia tidak mendapatkan pahala”, sampai-sampai si penanyapun bertanya lagi hingga ketiga kalinya, namun Beliau tetap bersabda, “Dia tidak mendapatkan pahala.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
2) Golongan manusia yang mengerjakan ibadah dan amal sholeh tidak sesuai tuntunan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Ibnu Mas’ud pernah berkata pada orang yang amalannya mengada-ada, tanpa pakai tuntunan padahal niatan orang tersebut benar-benar baik,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR.Ad Darimi 1: 79. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayyid)
2. Lelah yang dicintai Allah
Kelelahan yang berpahala tentu yang kita harapkan. Bukan hanya dengan berlelah- lelah itu bisa meraih kebaikan di dunia saja, akan tetapi kelelahan itu menjadi bekal yang bisa kita bawa untuk perjalanan menuju negeri akhirat berupa pahala yang Allah ridhai. Apa saja lelah yang penuh pahala itu?
1) Lelah berjihad di jalan Allah
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قال الله تعالى: {الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (20) يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ (21) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (22)} [التوبة/20- 22]
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar“. [At-Taubah/9: 20-22].
Allah Ta’ala juga berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 111)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَثَلُ المُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ الله-وَالله أَعْلَمُ بِمَنْ يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ القَائِمِ، وَتَوَكَّلَ الله لِلْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِهِ بِأَنْ يَتَوَفَّاهُ أَنْ يُدْخِلَهُ الجَنَّةَ، أَوْ يَرْجِعَهُ سَالِماً مَعَ أَجْرٍ أَوْ غَنِيمَةٍ». متفق عليه
“Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah – dan Allah lebih mengetahui dengan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya- seperti perumpamaan orang yang berpuasa dan melakukan shalat malam, dan Allah menjamin bagi orang-orang yang berjihad di jalan-Nya apabila meninggal maka Dia akan memasukannya ke dalam surga, atau kembali pulang dengan selamat dengan membawa pahala atau harta rampasan perang” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abdullah bin mas’ud Radhiyallahu anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عن أبي هريرة رضي الله عنه: أَنَّ رَسُولَ اللهِ- صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ: «إِيمَانٌ بِاللهِ وَرَسُولِهِ» قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ» قِيلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «حَجٌّ مَبْرُورٌ». متفق عليه
“Amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya”, lalu aku bertanya kembali: Kemudian apa lagi? Beliau mejawab: “berbakti kepada kedua orang tua”, lalu aku bertanya kembali: kemudian apa? Beliau mejawab: “Jihad dijalan Allah”. (Muttafaq ‘alaih).
2) Lelah dalam berda’wah/mengajak kepada kebaikan
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fussilat: 33)
Sungguh lelah yang seringkali berujung membelah jiwa tatkala kita mengajak pada kebaikan akan tetapi mendapatkan banyak penolakan dan perlawanan. Tak jarang hinaan dan cemoohan bahkan reaksi buruk yang diterima. Air mata berurai tak lagi terbendung dan tak tertakar lagi, apalagi dakwah itu kepada orang- orang terdekat dan orang yang kita sayangi. Namun berbahagialah, lelah ini tak akan Allah sia- siakan.
3) Lelah dalam beribadah dan beramal sholeh
Keseharian kita tidak lepas dari melaksanakan kewajiban- kewajiban kita sebagai hamba Allah. Baik itu sebagai anak, ibu/ ayah, suami/ istri dan sebagai individu sosial. Belum lagi ibadah- ibadah yang setiap hari tidak boleh kita tinggalkan, ditengah upaya kita dalam menjalani rutinitas dan aktifitas untuk mencukupi segala kebutuhan hidup kita masing- masing.
Shalihat fillah, jangan menyerah dan tetaplah bersabar dalam ketaatan kepada Allah untuk beribadah serta beramal soleh. Lelahmu yang lillah satu ini sungguh akan engkau dapati pahalanya kelak di sisi Allah.
Ketahuilah, Allah amat senang melihat bekas-bekas capeknya orang-orang beriman, saat mereka berjuang menggapai ridho-Nya.
Tentang jama’ah haji yang sedang wukuf di padang Arofah, Nabi bersabda,
إن الله تعالى يباهي ملائكته عشية عرفة بأهل عرفة ، فيقول : انظروا إلى عبادي أتوني شعثا غبرا
“Sesungguhnya Allah membanggakan penduduk Arafah kepada malaikat-Nya pada siang Arafah, Seraya berfirman, “Lihatlah kepada hamba-Ku mereka datang dalam kondisi lusuh dan berdebu.” (HR. Ahmad. Dishahihkan oleh Albani)
Tentang mujahid yang gugur di jalan Allah, Nabi mengatakan,
ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك
“Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma kasturi (misk).” (HR. Tirmidzi)
Atas kesabaran kita selama di dunia termasuk kesabaran kita dalam melaksanakan ibadah dan terus beramal soleh, Allah berfirman:
إِنِّي جَزَيۡتُهُمُ ٱلۡيَوۡمَ بِمَا صَبَرُوٓاْ أَنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡفَآئِزُونَ
“Sesungguhnya pada hari ini Aku memberi ganjaran kepada mereka, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (QS. Al-Mu’minun : 111)
4) Lelah mengandung, melahirkan, menyusui. merawat dan mendidik putra/putri amanah Illahi
Kelelahan ini sungguh tak bisa diurai dengan kata- kata untuk menjabarkan keletihan yang sangat. Akan tetapi, betapa Allah mensyukuri kelelahan serupa ini dengan menetapkan hukum wajib bagi setiap anak berbakti kepada ibu dan bapaknya, dan menyandingkan kebersyukuran seorang anak kepada ibu bapaknya dengan kebersyukuran terhadap Allah. Allah Azza Wa Jalla berfirman:
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Lukman: 14)
Kasih sayang yang kita berikan kepada anak- anak kita, pengorbanan kita dalam memberikan pendidikan dan memenuhi kebutuhan- kebutuhan mereka, Allah jadikan hal itu sebagai penghalang antara orang tua dengan api neraka.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ »
“Ada seorang wanita masuk ke tempatku dan bersamanya ada dua anak gadisnya. Wanita itu meminta sesuatu. Tetapi aku tidak menemukan sesuatu apa pun di sisiku selain sebiji kurma saja. Lalu aku memberikan padanya. Kemudian wanita tadi membaginya menjadi dua untuk kedua anaknya itu, sedangkan ia sendir tidak makan sedikit pun dari kurma tersebut. Setelah itu ia berdiri lalu keluar.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku, lalu saya ceritakan hal tadi kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Barangsiapa yang diberi cobaan sesuatu karena anak-anak perempuan seperti itu, lalu ia berbuat baik kepada mereka maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang untuknya dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 5995 dan Muslim no. 2629)
Mendidik anak soleh dan sholehah tidak semudah membalik telapak tangan. Kucuran airmata, kesakitan, terkurasnya tenaga, waktu dan materi bukanlah sesuatu pengorbanan yang kaleng- kaleng. Akan tetapi walau demikian yang kita rasakan didalam proses mendidik anak menjadi soleh dan sholehah tidak akan menguap hilang begitu saja. Allah Azza Wa Jalla memberikan ganjaran yang sangat besar kelak di akhirat.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ الأَسْلَمِيِّ ، عَنْ أَبِيْهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَتَعَلَّمَهُ وَعَمِلَ بِهِ أُلْبِسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَاجًا مِنْ نُورٍ ضَوْءُهُ مِثْلُ ضَوْءِ الشَّمْسِ، وَيُكْسَى وَالِدَيْهِ حُلَّتَانِ لاَ يَقُومُ بِهِمَا الدُّنْيَا فَيَقُولانِ : بِمَا كُسِيْنَا ؟ فَيُقَالُ : بِأَخْذِ وَلَدِكُمَا الْقُرْآنَ .
Dari Abdulloh bin Buraidah Al-Aslamiy, dari bapaknya radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa membaca Al-Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka akan dipakaikan kepadanya sebuah mahkota yang terbuat dari nur (cahaya), sinarnya seperti sinar matahari. Kedua orang tuanya akan dipakaikan sepasang pakaian yang tiada bandingannya di dunia ini. Orang tuanya akan bertanya, “Mengapa kami diberi pakaian ini?” Maka dijawab, “Disebabkan anakmu berpegang dengan Al-Qur’an”.( HR. Al-Hakim, no. 2086; dan dia menshohihkannya. Syaikh Al-Albani berkata: “Hasan lighoirihi”)
5) Lelah dalam mencari nafkah halal
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda:
إن الله يحب الفقير المتعفف أبا العيال
“Allah menyukai orang fakir yang apik dan yang menjadi tulang punggung keluarga” (HR Ibnu Majah).
Mencari nafkah halal bukanlah lagi didominasi oleh kaum laki- laki saja. Ada pula para wanita yang harus juga berperan sebagai tulang punggung keluarga demi menfkahi anak- anak dan keluarganya. Ada wanita- wanita yang ditinggal meninggal oleh pasangannya, ada pula yang karena berpisah dari pasangannya dan harus menggantikan peran sang ayah bagi anak- anaknya, atau ada pula yang oleh keadaan harus membantu menopang perekonomian keluarganya karena suaminya dalam kondisi sakit atau tidak sepenuhnya bertanggungjawab terhadap dirinya dan anak- anaknya, atau karena kedua orang tuanya sudah sangat renta.
Kelelahan semacam ini jangan pernah membuatmu putus asa, shalihat fillah. Sebab Allah memberikan ganjaran terbaik untukmu atas lelahmu ini. Jangan larut dalam kesedihan panjang, kuat dan tegarlah karena apa yang engkau lakukan ini sangat disukai oleh Allah Azza Wa Jalla.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Berlelah dalam bekerja memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga sesungguhnya adalah jihad. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam:
أنَّه مر على النبي صلى الله عليه وسلم رجلٌ، فرأى أصحابُ رسول الله صلى الله عليه وسلم من جَلَدِه ونشاطِه، فقالوا: يا رسول الله، لو كان هذا في سبيلِ الله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إن كان خرجَ يسعى على وَلَدِه صِغارًا، فهو في سبيل الله، وإن كان خرج يسعى على أبوين شيخين كبيرين، فهو في سبيل الله،
“Seorang sahabat pernah berpapasan dengan Nabi sallallahu alaihi wasallam, lalu para sahabat juga turut menyaksikan sahabat tadi yang warna kulitnya legam dan sangat rajin, mereka pun berkata, “Wahai Rasululullah, seandainya (pria semacam ini) ikut berjihad. Lalu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menimpali, “Jika dia keluar rumah untuk menafkahi anaknya yang kecil dia (jihad) di jalan Allah, jika dia keluar untuk menafkah dua orang tuanya yang sudah renta, dia di jalan Allah” (HR. Ath-Thabrani. dari Ka’ab bin Ujroh)
6) Lelah dalam belajar dan menuntut ilmu
Menuntut ilmu adalah suatu perkara yang harus kita lakukan sampai ajal menjemput. Kita bukan hanya belajar di bangku sekolah saja, akan tetapi hal ini terutama belajar ilmu agama dan ilmu kehidupan sehingga kitab isa melihat dengan jelas mana jalan menuju keselamatan di dunia dan di akhirat.
Walau begitu, kelelahan kita dalam belajar dan menuntut ilmu menjadi wasilah yang mendekatkan kita pada jalan menuju surganya Allah Azza Wa Jalla.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
7) Lelah dalam kesusahan, kekurangan dan sakit
Hidup yang selalu menemui kesusahan tidak semua orang mampu bersabar dan bersedia berlelah, apalagi dikeadaan hidup yang penuh kekurangan. Setiap hari harus mendapati kekurangan dan kesusahan dan sanggup bersabar dan terus berusaha demi merubah keadaan walau belum tampak hasil yang diharapkan bukanlah keadaan yang mudah untuk diterima dan dijalani. Terlebih di keadaan susah dan kekurangan itu, Allah tambah lagi ujian kesakitan yang mendera tubuh. Bukankah ada banyak dari saudara- saudara kita yang bertahun- tahun berlelah menahankan rasa sakit dan juga dalam upayanya mencari kesembuhan dengan ikhtiar kesana kemari.
Lelah ini memang tak mengenakkan. Akan tetapi, Allah tidak menyia-nyiakan kelelahan serupa ini yang disandarkan pada kesabaran atas ujian Allah.
Disebutkan dalam shahihain (Bukhari-Muslim), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.”(HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
Shalihat fillah, jika hidup terasa melelahkan, yakinlah, itu bukan dirimu seorang yang merasakannya. Jika hidupmu penuh dengan kelelahan yang tak kunjung selesai, berbahagialah, sebab itu adalah jalan dari Allah untukmu meraih ampunan-Nya, ridha-Nya dan surga-Nya, asalkan kelelahanmu di atas jalan-Nya.
Apabila saat ini begitu besar bebanmu dan sungguh sangat melelahkanmu, tanamkanlah dibenakmu, insya Allah sudah Allah siapkan balasan ganjaran pahala yang besarnya sebanding lurus dengan segala lelahmu.
Dalam kaedah yang dibawakan oleh As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazhair (hlm. 320) disebutkan,
مَا كَانَ أَكْثَرُ فِعْلاً كَانَ أَكْثَرُ فَضْلاً
“Amalan yang lebih banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan.”
Imam Az-Zarkasi berkata dalam Al-Mantsur,
العَمَلُ كُلَّمَا كَثُرَ وَشَقَّ كَانَ أَفْضَلُ مِمَّا لَيْسَ كَذَلِكَ
“Amalan yang semakin banyak dan sulit, lebih afdhal daripada amalan yang tidak seperti itu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ولَكِنَّهَا علَى قَدْرِ نَفَقَتِكِ أوْ نَصَبِكِ
“Akan tetapi, ganjaran (sebuah amalan) itu berdasarkan ukuran nafkahmu atau keletihanmu.” (HR. Bukhari no. 1787 dan Muslim no. 1211)
Semoga bermanfaat.