Memaafkan adalah satu perkara yang tidak mudah untuk dilakukan ditengah rasa hati yang merasakan kelukaan dan sakit yang begitu dalam. Terkadang, sungguh lisan sudah berujar, ”Aku sudah maafkan dia, koq”, akan tetapi hati tanpa disadari masih menyimpan bara kekesalan bahkan kebencian juga dendam yang masih terus terbawa bersama berjalannya waktu dilalui. 

 

Lantas, bagaimana supaya hati dan lisan benar- benar selaras sehingga pada akhirnya mampu memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh siapapun dengan tulus ikhlas?

1.  Memaafkan demi kebaikan diri sendiri

Shalihat fillah, saat kita memendam rasa negatif pada orang yang telah menyakiti kita terus bertengger di hati, bukankah jiwa kita tidak merasakan ketenangan? Kita masih sering menangis pilu tatkala ingatan akan kejadian yang mengiris hati kita itu terburai kembali dan terpampang jelas di pelupuk mata kita. Air mata kedukaan atas luka itu bahkan kita rasakan lebih sakit dari kali pertama keadaan menyakitkan itu kita alami. Tiba- tiba mood berubah tak baik seketika itu juga, pikiran kalut, tidak fokus mengerjakan pekerjaan yang harus kita selesaikan dan dunia detik itu berwarna kelabu tanpa warna cerah sedikitpun. Hal ini terus berulang kita temui setiap ingatan menyuguhkan bagian demi bagian kejadian beserta gurat perih sayatan kesakitannya di hati kita.

 

 

Mengapa ini bisa terjadi? Karena kita belum selesai dengan keadaan itu. Kejadian di masa lalu itu, beserta dengan sensasi rasa yang ia bawa masih “nyangkut” di diri kita, sementara kita sudah harus terus berjalan menapaki hari- hari di masa kini dengan banyak kondisi yang tidak semuanya baik- baik saja. 

 

Poin pertama yang harus kita lakukan untuk bisa lepas dari “linger” serupa ini adalah dengan memaafkan. Tanpa memaafkan dengan setulus hati, apapun itu akan terus membayangi setiap langkah kita, disebabkan kita belum selesai dengannya. Bukankah kita seperti mengalami “kerugian” dua kali? Kita yang tersakiti, kita pula yang tidak bisa menjalani sisa hidup kita dengan tenang dan bahagia. Sadarilah, memaafkan adalah kebaikan yang kita lakukan untuk diri sendiri.

2.  Meraih ampunan Allah dengan memaafkan

Tidak ada diantara kita yang tak berpunya dosa sepanjang umur menjalani kehidupan di dunia ini. Betapa mendapatkan ampunan Allah adalah suatu keadaan yang sangat diidam- idamkan oleh seluruh kita, hamba Allah. Pengharapan untuk diampuni oleh Allah tidak begitu saja bisa terwujud tanpa ada sesuatu yang berarti yang kita lakukan sebagai wasilahnya. Salah satu cara agar dosa- dosa kita diampuni Allah dan taubat kita diterima Allah adalah dengan memaafkan kesalahan orang- orang terhadap diri kita.

 

Allah menyatakan dalam firman-Nya bahwa perbuatan memaafkan kesalahan orang lain yang telah dengan sengaja atau tidak sengaja melukai kita merupakan hal yang mendatangkan maaf-Nya pada seorang hamba.

 

Allah Ta’ala berfirman:

 

قال الله تعالى:  وَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌ

“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

3.  Mendapatkan kemuliaan dari Allah

Sesungguhnya kita diberikan hak oleh Allah untuk membalas kesakitan yang kita dapatkan dari orang lain dengan kadar yang sama, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”

Namun Allah menawarkan pada kita penawaran yang lebih “worth it” daripada membalaskan sakit hati kita itu dengan perbuatan yang sama buruknya. Apa itu? Allah janjikan kemuliaan untuk kita tatkala kta memilih memaafkan kesalahan orang lain itu karena Allah ketimbang berlama dengan rasa sakit hati, dendam membara, dan tekad untuk membalaskan semua dengan lebih sakit.

 

Dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriyawatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah , bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ » [أخرجه مسلم]

“Tidaklah sedekah itu mengurangi dari harta sedikitpun. Tidaklah ada seseorang yang memberi maaf pada orang lain melainkan itu kemulian baginya, dan tidaklah ada seorang hamba yang tawadhu kecuali Allah akan angkat derajatnya.“

4.  Meraih pahala tanpa batas

Manakala kita memiliki kartu ATM dengan isi nominal uang di dalamnya unlimited, tentu kita sangat senang dan tenang, benar bukan? Punya jaminan kenyamanan masa depan karena tidak harus pusing- pusing lagi untuk bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari dan menikmati kesenangan selama di dunia.

 

Ketahuilah sahabat fillah, ketika kita diberikan ujian dengan keburukan dan kesakitan dari perbuatan orang- orang yang mendzalimi kita, saat itu adalah masa dimana Allah memberikan kesempatan untuk kita memiliki serupa “ATM pahala akhirat” yang unlimited. Bukankah ini sesuatu yang sangat kita butuhkan kelak di akhirat, ketika semua orang merasa takut, cemas dan sangat khawatir simpanan pahalanya tidak mencukupi untuk meraih surga Allah, kita insya Allah telah punya pahala yang jumlahnya tanpa batas dengan wasilahnya memaafkan kesalahan orang lain.

 

Allah Ta’ala berfirman:

 

 قال الله تعالى: ﴿ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ

“Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah”

5. Jalan meraih surga Allah

Menjadi ahli surga adalah dambaan setiap muslim. Kenikmatan- kenikmatan yang Allah sediakan di dalamnya bagi hamba- hamba pilihan-Nya bukanlah kenikmatan biasa yang sementara, akan tetapi kenikmatan yang tak pernah sekalipun pernah terbersit di pikiran oleh orang yang paling senang sekalipun selama hidupnya di dunia.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ ، فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ ( فَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ )

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”

Tahukah shalihat fillah, dengan ikhlas memaafkan orang- orang yang menyakiti kita, itu menjadi wasilah bagi kita meraih surga Allah.

 

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:

 

قال الله تعالى:  وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ . ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”

Renungkanlah, bukankah tidaklah sebanding tentunya kesakitan yang kita rasakan di hati kita jika kita balaskan dengan kesakitan yang sama namun kita tidak mendapatkan keuntungan apapun setelahnya. Bahkan, manakala kita berhasil membalaskan sakit hati kita, namun di pandangan Allah takaran pembalasan kita lebih banyak daripada kesalahan yang orang tersebut perbuat pada kita, semua berbalik. Kitalah yang dipandangan Allah sebagai orang yang dzalim dan akan mendapatkan siksa Allah di neraka-Nya. Naudzubillah..

Firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:

 

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”

6.  Menghidupkan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam

Akhlak mulia yang dipunyai Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam salah satunya adalah memaafkan. Bagaimana sifat pemaaf ini melekat dalam diri Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam dikeseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menghadapi orang- orang yang telah menyakiti dan mendzalimi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak sedikit caci makian dan gangguan yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terima selama berdakwah, akan tetapi keluasan hati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memaafkan tidak perlu diragukan lagi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mendoakan kebaikan bagi orang- orang yang telah berlaku buruk kepadanya.

 

 

 

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ عَلَيْكَ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“Apakah engkau pernah mengalami satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalil bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarn Ats-Tsa’alib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril ‘alaihis salam, lalu ia memanggilku dan berseru,

‘Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah ‘azza wa jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka.’

Malaikat penjaga gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata, ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Al-Akhsyabain (dua gunung besar yang ada di kanan kiri Masjidil Haram). Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, namun aku berharap supaya Allah melahirkan dari anak keturunan mereka ada orang-orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua.”

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, berkata, “Seakan-akan aku pernah melihat Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan seorang nabi dari kalangan para nabi Bani Israil yang dipukul oleh kaumnya sampai berdarah, lantas dirinya mengusap darah tersebut dari wajahnya sambil berkata:

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَايَعْلَمُونَ» [أخرجه البخاري و مسلم]

“Ya Allah ampunilah kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui”

Saat kita memaafkan seseorang karena Allah kemudian setelahnya juga diniatkan untuk menghidupkan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, mengikuti dan mencontoh beliau shalallahu alaihi wa sallam maka pahala yang insya Allah kita terima sangat luar biasa indahnya. Insya Allah, kelak kita bisa berkumpul bersama Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam di surga tertinggi.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.”

Semoga Allah anugerahkan kemampuan pada kita semua hati yang luas untuk memaafkan setiap kesalahan dan keburukan orang- orang yang menyakiti hati kita, aamiin.

 

Semoga bermanfaat. 

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar