Mengoptimalisasikan Proses Ta’aruf untuk Menghindari Cover Up Marriage LGBT

Oleh: Farikhatul Aini Aprilia

Pernikahan bukan sekadar penyatuan dua individu dalam ikatan yang sah, tetapi juga pertemuan antara hati, karakter, dan visi hidup untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, dalam praktiknya, ada pasangan yang justru dihadapkan pada kenyataan pahit setelah menikah. Salah satu fenomena yang mencuat dari kondisi ini di era globalisasi adalah “Cover Up Marriage LGBT”.

Apa itu Cover Up Marriage LGBT

Menurut Urban Dictionary, cover up marriage LGBT adalah pernikahan antara pria gay dan wanita heteroseksual untuk menyembunyikan orientasi seksual pria tersebut dari pasangan, keluarga, dan masyarakat. Alasan LGBT menyembunyikan penyimpangannya adalah untuk menjaga nama baik keluarga, menghindari stigma sosial, dan menutupi orientasi seksual agar dianggap “normal” oleh masyarakat. Fenomena ini bukan lagi sekadar cerita fiksi, melainkan isu nyata yang belakangan ini menarik perhatian publik. Diskusi tentang fenomena ini kerap muncul di berbagai platform seperti podcast di YouTube, berita daring, dan grup diskusi di media sosial, salah satunya adalah Komunitas Facebook Menanti Mentari.

Realita Pahit di Komunitas "Menanti Mentari"

Komunitas Facebook Menanti Mentari adalah komunitas yang dikelola oleh Yayasan Peduli Sahabat untuk mendukung suami atau istri yang memiliki pasangan berorientasi homoseksual, termasuk juga partisipan serta individu LGBT yang telah bertobat. Dengan jumlah anggota lebih dari 28.000 orang (pada bulan Desember 2024), mayoritas di antaranya mengenal pasangan mereka melalui proses ta’aruf. Komunitas ini menjadi tempat berbagi pengalaman dan perasaan secara anonim. Setiap hari, anggotanya menceritakan kisah serta curahan hati terkait fenomena cover up marriage dan dampaknya terhadap kehidupan di rumah tangga mereka.

Yang menyedihkan, orientasi seksual pasangan yang menyimpang ini biasanya baru terungkap setelah berjalannya beberapa hari sampai beberapa tahun pernikahan, melalui berbagai indikator seperti: kurangnya nafkah batin, penemuan aplikasi LGBT di ponsel pasangan, pasangan didiagnosis terkena HIV, dan adanya perilaku pasangan yang mencurigakan dengan sesama jenisnya

Setelah mengetahui penyimpangan seksual pasangannya, korban cover up marriage LGBT di Komunitas Menanti Mentari ini sebagian memilih cerai karena merasa tertipu, takut tertular HIV, kecewa dengan orientasi seksual pasangan, atau karena ketidakmauan pasangan untuk berubah. Sedangkan sebagian yang lain memilih bertahan dengan alasan demi anak-anak serta orang tua mereka, mempertahankan rumah tangga, dan adanya janji dari pasangannya untuk menjauhi lingkungan yang menyimpang.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana proses ta’aruf yang seharusnya menjadi jalan berkah untuk mengenal calon pasangan malah dapat menjadi celah bagi munculnya masalah besar seperti ini?

Mengapa Proses Ta’aruf Dapat Menjadi Celah?

Ta’aruf adalah metode pengenalan calon pasangan dalam Islam yang bertujuan untuk saling memahami tanpa melanggar batasan syariat. Namun, dalam kasus ini, justru menjadi celah terjadinya cover up marriage karena sejumlah faktor berikut:

1. Terburu-buru dalam Memutuskan

Banyak pasangan menjalani proses ta’aruf dalam waktu yang sangat singkat tanpa melakukan pendalaman informasi. Keterbatasan waktu ini membuat calon pasangan tidak sempat menggali lebih dalam mengenai kepribadian atau latar belakang masing-masing. Akibatnya, individu yang berniat menyembunyikan identitas seksualnya dapat dengan mudah melewati proses ini tanpa terdeteksi.

2. Kemampuan Manipulasi Pasangan

Pelaku cover up marriage sering kali memiliki kemampuan manipulasi yang tinggi. Mereka mampu menampilkan diri sebagai calon pasangan ideal, baik dari segi kepribadian maupun komitmen agama. Sikap ini membuat banyak calon pasangan percaya tanpa menyadari identitas asli yang sebenarnya disembunyikan

3. Penilaian Hanya dari Penampilan Religius

Penampilan religius sering kali dijadikan tolok ukur utama dalam memilih pasangan. Hal ini membuat sebagian individu terlena, menganggap kesalehan lahiriah cukup untuk menilai kepribadian calon pasangan. Padahal, penampilan luar tidak selalu mencerminkan hati dan karakter seseorang

4. Mengabaikan Tanda-tanda Awal

Beberapa korban mengakui bahwa tanda-tanda ketidakjujuran sebenarnya sudah terlihat sejak awal. Namun, mereka sering mengabaikan hal tersebut karena terlalu fokus pada keinginan untuk menikah. Euforia pernikahan serta kepercayaan berlebihan pada calon pasangan kerap membuat mereka abai terhadap peringatan dari orang-orang terdekat.

5. Minimnya Pengetahuan tentang LGBT

Keterbatasan informasi mengenai LGBT menjadi salah satu faktor utama yang membuat banyak korban tidak menyadari tanda-tanda bahaya selama proses ta’aruf. Ketidaktahuan ini membuat mereka kurang waspada terhadap potensi masalah yang mungkin muncul dari calon pasangan yang memiliki orientasi seksual berbeda

Kekhawatiran Muslimah dalam Proses Ta’aruf

Fenomena cover up marriage LGBT telah menjadi sumber kekhawatiran besar bagi banyak Muslimah yang hendak menikah melalui proses ta’aruf, seperti rasa waspada, sedih, khawatir, dan takut terhadap kemungkinan memiliki pasangan homoseksual saat menjalani ta’aruf. Trauma mendalam yang dirasakan korban cover up marriage untuk ta’aruf lagi juga semakin menegaskan pentingnya langkah preventif dalam menghindari fenomena ini, yang dapat membawa kemudaratan dan kedzaliman.

Lalu, Bagaimana Cara Mengoptimalkan Proses Ta’aruf?

Pertanyaan penting yang muncul adalah bagaimana proses ta’aruf dapat dioptimalkan untuk menghindari cover up marriage LGBT? Apa saja langkah yang dapat dilakukan atau diperhatikan agar proses ini tetap menjadi jalan yang berkah dan aman dalam memilih pasangan hidup? Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara penggalian mendalam terhadap kepribadian calon pasangan, pemeriksaan kesehatan pranikah, dan konseling pranikah

1. Penggalian Mendalam terhadap Kepribadian Calon Pasangan

Proses ta’aruf harus dilakukan secara komprehensif dengan menggali informasi dari berbagai sumber terpercaya, seperti keluarga, sahabat, tetangga, dan teman dekat calon pasangan. Berikut adalah beberapa indikator utama yang perlu diperhatikan:

a. Pemahaman Agama Calon Pasangan

Pemahaman agama yang kuat dapat menjadi benteng moral bagi individu. Dalam konteks ini, perempuan perlu memastikan calon pasangan memiliki akidah yang lurus dan menjauhi perilaku terlarang seperti homoseksual. Bertanya kepada orang-orang terdekat calon pasangan dapat memberikan gambaran tentang kualitas pemahaman agamanya.

b. Kualitas Akhlak

Akhlak yang baik mencerminkan keimanan yang kuat. Namun, iman yang kokoh tidak hanya dinilai dari penampilan religius, seperti rajin ke masjid atau bergelar islami, tetapi juga dari bagaimana calon pasangan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penggalian informasi mendalam melalui pihak ketiga menjadi langkah penting.

c. Lingkungan dan Pergaulan

Lingkungan sosial sangat memengaruhi karakter dan orientasi seseorang. Menelusuri pola pergaulan calon pasangan dapat memberikan indikasi penting tentang pengaruh lingkungan terhadap dirinya.

d. Aktivitas di Media Sosial

Media sosial dapat menjadi alat deteksi untuk mengetahui pola pikir dan perilaku calon pasangan. Unggahan atau interaksi yang menunjukkan keterkaitan dengan komunitas LGBT, misalnya, perlu ditelusuri lebih lanjut.

e. Observasi Perilaku dan Kebiasaan

Beberapa tanda non-verbal, seperti gerakan tubuh atau gaya bicara, dapat memberikan petunjuk awal tentang orientasi seksual seseorang. Namun, tanda-tanda ini tidak selalu menjadi indikasi yang pasti, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih mendalam.

2. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah

Bila terdapat indikasi-indikasi calon pasangan yang mengarah ke LGBT, pemeriksaan kesehatan pranikah atau premarital check-up melalui tes HIV, bisa menjadi jalan untuk memastikan calon pasangan ada atau tidaknya penyakit menular seksual. Meski belum diwajibkan di semua wilayah Indonesia, premarital check-up dapat menjadi cara efektif untuk menghindari pernikahan dengan individu LGBT yang berpotensi menyembunyikan identitas mereka.

3. Konseling Pranikah

Bila terdapat indikasi-indikasi calon pasangan yang mengarah ke LGBT, konseling pranikah dapat membantu untuk memastikan benar atau tidaknya penyimpangan tersebut melalui wawancara terstruktur oleh konselor atau psikolog dengan melibatkan pengamatan terhadap bahasa tubuh, konsistensi jawaban, dan pola pikir calon pasangan.

Pentingnya Meminta Pertolongan kepada Allah ﷻ

Salat istikharah dan doa memohon perlindungan kepada Allah ﷻ adalah kunci utama yang tidak boleh diabaikan dalam proses ta’aruf untuk menghindari cover up marriage LGBT. Sebagaimana dijelaskan oleh Titik Suprapti, S.Psi., M.Psi., praktisi di Klinik Psikologi Thibunnabawi Surabaya dengan pengalaman 13 tahun menangani kasus LGBT, meminta petunjuk dari Allah ﷻ harus menjadi bagian utama dalam memilih pasangan, karena pasangan yang kita pilih akan menentukan keturunan, kehidupan, dan masa depan rumah tangga kita. Beliau menekankan bahwa Allah harus dilibatkan dalam setiap tahap proses ini mulai dari awal, pertengahan, hingga akhir.

Meskipun individu LGBT mungkin berusaha menyembunyikan orientasi seksualnya dengan berpura-pura religius, menjaga penampilan, atau menutupi jejak digitalnya, ketika Muslimah memadukan ikhtiar yang sungguh-sungguh dan tawakal kepada Allah ﷻ, Allah akan memberikan petunjuk dari arah yang tidak terduga.

Fenomena cover up marriage menunjukkan betapa pentingnya mengoptimalkan proses ta’aruf agar tujuan pernikahan tercapai sesuai dengan ajaran Islam. Proses ini harus dilakukan dengan lebih hati-hati, melibatkan pendalaman informasi yang cukup, serta dukungan dari keluarga atau pihak ketiga yang dapat memberikan penilaian objektif. Dengan cara ini, ta’aruf dapat menjadi langkah awal yang berkah menuju pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, tanpa ada kebohongan yang merugikan salah satu pihak.

Sumber: Artikel ini diadaptasi dari artikel jurnal ilmiah yang berjudul Optimalisasi Ta’aruf Sebagai Upaya Pencegahan Cover Up Marriage LGBT (Studi Kasus di Komunitas Menanti Mentari), yang diteliti oleh Farikhatul Aini Aprilia. Artikel lengkapnya dapat diakses melalui tautan berikut: https://e-journal.uac.ac.id/index.php/adlh/article/view/6079.

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar

WordPress Crafted with ♥ by faizONE.ID