Perdamaian di Meja Hijau

Wanita berkerudung biru muda itu, air matanya perlahan jatuh namun jiwanya berusaha untuk tegar tidak rapuh. Jauh sebelum itu, tidak pernah terlintas dalam pikirannya berada di dalam meja hijau sebagai Ibu dari korban penembakan. Anak lelaki tersayangnya ditembak mati oleh tiga anak remaja. Mereka meninggalkan anaknya terbaring dengan darah yang mengalir di selokan sepanjang jalan kala itu.

Beberapa polisi membawa biang keladi penembakan dengan memborgol kedua tangannya masuk ke dalam ruangan pengadilan. Terlihat wajahnya sangat pasrah, sedangkan Ibunya menangis tersedu-sedu melihat kelakuan bejat anaknya yang masih berusia remaja. Selama enam belas tahun ia telah merawatnya namun hanya terbalas oleh luka yang menganga. Saudara-saudari terdakwa ikut menenangkan hati Ibunya yang sedang berkecamuk. Keagamaan yang dianut oleh keluarga tersebut ialah non muslim.

Kemudian, Ibu dari korban berdiri, ingin menyuarakan isi hati sekaligus nasihatnya untuk si pembunuh. Sambil dibawanya bingkai foto anaknya yang memakai kopiah putih, seorang mantan tentara Amerika. Si Ibu mengatakan dan menjelaskan bahwa dirinya tidak menyimpan rasa dendam atas tindakannya, karena percuma, hal tersebut tidak akan mengembalikan nyawa anaknya. Justru ingin membantu si penembak untuk menjalani masa dewasanya agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dia sangat berkeyakinan jikalau anaknya masih bisa terselamatkan, pasti anaknya tidak akan menyakiti hati pelaku yang menembaknya, malahan memberikan semuanya yang ia minta. Sebab semua anak-anaknya masuk Islam, arah pandangannya mengikuti jalan Islam. Maka cara sang Ibu menghormati anaknya yang telah meninggal dengan memohonkan kepada terdakwa supaya keluarga dari korban menjadi bagian dari keluarganya, sebab ia sangat butuh pertolongan dan si Ibu tidak menginginkan ia merasakan penderitaan di masa depan.

“Biarkan keluarga kami mengunjungimu, bekerja bersamamu, meningkatkan pendidikanmu, untuk memastikan kamu memiliki skill, supaya jika keluar, kamu bisa menafkahi Ibumu,” ucapnya dengan permohonan yang sangat.

“Aku tidak boleh membencimu, itu bukan jalan kami menghentikan penyakit. Justru aku sangat membenci setan yang membisikkanmu sehingga terjerumus dalam suatu kejahatan,” lanjutnya kembali dengan nada ketegasannya.

Kemudian, jari telunjuknya menunjuk ke atas “Kematiannya sudah ditakdirkan oleh-Nya. Mungkin dengan takdirnya ini untuk menyelamatkan hidupmu supaya kamu tidak dihabisi oleh lingkungan ini,” dengan mata yang berkaca-kaca.

Disimpulkan, betapa perhatiannya Ibu dari korban penembakan, akan sakit hatinya jika ia kembali ke lubang kotoran di mana ia berasal ketika keluar dari sel penjara. Sebab memuncak kekhawatirannya terhadap penyakit kriminalitas ini, yang tidak peduli warna kulit dan jenis kelamin. Tidak peduli kaya atau miskin, dia akan menyebar seperti kanker. Si Ibu hanya ingin membantu agar bisa menyelamatkan dirinya yang telah terkena dampak dari penyakit ini.

Melawan tapi tidak dengan senjata, melainkan dengan doa. Karena senjata tidak akan menyelesaikan suatu permasalahan sedangkan dengan doa seorang hamba akan dipermudahkan jalannya dalam segala urusan oleh-Nya. Begitulah kira-kira pandang si Ibu untuk memilih perdamaian di meja hijau. Tak luput juga, beliau berterima kasih sebanyak-banyaknya kepada pengadilan yang telah berusaha keras menemukan pembunuh anaknya. Karena telah menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak muda yang tersesat.

Hingga pada akhirnya, si pembunuh sangat menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada Ibu tersebut. Ketika sidang meja hijau telah usai, dua orang Ibu saling memeluk dan menangis satu sama lain. Semua orang yang berada di dalam ruangan terharu melihat pemandangan ini dengan memberikan simpati.

Pada video pendek berdurasi sepuluh menit di YouTube itu, si Ibu menghadapi takdir dengan lisan yang begitu terpuji tanpa memaki, hati yang lapang penuh kesabaran tidak terbesit balas dendam bahkan membenci. Sedangkan ia diuji dengan meninggalnya anak tersayang dalam keadaan tertembak mati. Malah membalas kejahatan si pembunuh dengan perhatian seperti anak sendiri. Mengulurkan tangannya untuk memberikan pertolongan, mengunjunginya untuk silaturahmi, memberikan pekerjaan, dan meningkatkan kualitas pendidikannya. Sebab si Ibu tidak ingin masa depannya akan rusak, maka akan dibimbing menuju jalan yang benar sehingga mampu membahagiakan Ibunya kelak ketika keluar dari sel penjara.

Banyak faidah yang terdapat di dalam kisah tersebut, salah satu yang menonjol adalah betapa si Ibu sangat menjunjung nilai kasih sayang, perdamaian, dan saling memaafkan. Bahkan beliau berbuat baik kepada keluarga yang bukan seagamanya. Karena beliau dan keluarganya berada di bumi hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Termasuk mengimani takdir buruk dan baik yang mana kewajiban bagi setiap muslim. Dan berusaha menjadi orang yang pemaaf sebagaimana Allah memuliakan orang-orang yang mudah memaafkan kesalahan. Permusuhan akan terus ada tidak ada ujungnya jika dibalas dengan celaan dan saling menjatuhkan.

Teladan yang bisa kita ambil dari cerita si Ibu tersebut, bagaimana beliau menjalankan tiga macam kesabaran. Yaitu sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menghadapi takdir yang pahit. Tiga kesabaran ini wajib atas kita untuk melaksanakannya dalam menjalani kehidupan sebagai orang-orang yang beriman.

Betapa sabarnya si Ibu dalam menjalankan perintah Allah subhaanallahu wa ta’ala untuk selalu memaafkan kesalahan orang lain dan berbuat baik kepadanya walaupun mereka orang-orang kafir. Betapa sabarnya si Ibu dalam menahan amarah serta perkataan-perkataan yang menyakiti hati, sehingga beliau tidak berniat sama sekali untuk balas dendam bahkan membenci. Betapa sabarnya si Ibu dalam menerima dengan ikhlas serta lapang dada atas kematian anaknya, karena Allah subhaanallahu wa ta’ala telah menakdirkan ajal seseorang berbeda-beda sejak zaman azali. Allah azza wa jalla berfirman dalam QS Ali-‘Imran ayat 134,

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ "(Orang-orang yang bertakwa) yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar

WordPress Crafted with ♥ by faizONE.ID