Allah Ta’ala menciptakan manusia dengan disertai syahwat. Adanya syahwat pada diri manusia tidak sia-sia,  akan tetapi terdapat faidah dan manfaat di dalamnya. Bahkah jika manusia tidak memiliki syahwat (selera) makan, misalnya, kemudian dia tidak makan, sehingga akan menyebabkan dirinya binasa. Demikian juga jika manusia tidak memiliki syahwat terhadap lawan jenis, maka keturunan dapat menjadi terputus.

 

Oleh karena itu, keberadaan syahwat pada manusia tidak tercela. Celaan itu tertuju jika manusia melewati batas dalam memenuhi syahwat. Karena ada sebagian manusia yang tidak memahami hal ini, mengira bahwa syahwat pada manusia merupakan perkara tercela, sehingga mereka berusaha meninggalkan semua yang sebenarnya diinginkan oleh jiwanya. Bahkan di antara mereka ada yang berkata: “Aku memiliki istri selama sekian tahun, aku menginginkankannya, namun aku tidak pernah menyentuhnya!” Hal seperti ini, sesungguhnya merupakan perbuatan zhalim terhadap jiwa, karena menghilangkan haknya. Padahal jiwa memiliki hak yang harus dipenuhi, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat beliau yang bernama ‘Utsman bin Mazh’un Radhiyallahu anhu :

فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ اللَّهَ يَا عُثْمَانُ فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَصَلِّ وَنَمْ

Sesungguhnya aku biasa tidur dan shalat, berpuasa dan berbuka, dan aku menikahi wanita-wanita. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai ‘Utsman, karena sesungguhnya keluargamu memiliki hak yang menjadi kewajibanmu, tamumu memiliki hak yang menjadi kewajibanmu, dan jiwamu memiliki hak yang menjadi kewajibanmu. Maka puasalah, berbukalah,  shalatlah (pada sebagian waktu malam, pen.) dan tidurlah (pada sebagian waktu malam, pen.)
– HR Abu Dawud, no. 1369 dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.

Anggapan seperti ini juga merupakan penyimpangan dari keyakinan terhadap sesuatu yang halal, dan menyelisihi Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meminum madu dan minuman manis, dan itu merupakan kesukaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

 

Adapun sebagian manusia yang meninggalkan perkara-perkara yang mereka sukai itu dengan beralasan karena zuhud (meremehkan) terhadap dunia. Tetapi zuhud yang mereka lakukan itu diiringi dengan kebodohan terhadap agama, sehingga zuhud mereka itu tidak bernilai kebaikan. Karena mengharamkan sesuatu yang dihalalkan agama –meskipun hanya bagi dirinya sendiri- merupakan kezhaliman terhadap jiwa, bukan merupakan keadilan. Bukankah mengambil sesuatu yang halal yang disukai jiwa -pada sebagian waktu- dan untuk menguatkan jiwa, itu ibarat pengobatan bagi orang yang sakit? Dan hal itu tentu terpuji dan tidak tercela.

Referensi : https://almanhaj.or.id/14038-mengendalikan-syahwat-2.html

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar