KONFLIK RUMAH TANGGA, BAGAIMANAKAH SIKAP MERTUA
Terkadang intervensi dari orang tua atau mertua memperkeruh konflik rumah tangga. Namun, tidak jarang juga hadirnya orang tua justru menjadi penengah dan mendamaikan suami-istri. Bagaimana sebenarnya sikap kita terhadap intervensi orang tua?
Pada asalnya, orang tua atau mertua hendaknya tidak dilibatkan dalam masalah rumah tangga. Allah Ta’ala berfirman:
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. An-Nisa: 34)
Ayat ini mengajarkan bagaimana tahapan-tahapan menyelesaikan masalah suami-istri. Dan tidak disebutkan keterlibatan orang tua atau mertua di sana.
Namun, jika permasalahan belum juga selesai dengan tahapan-tahapan di atas, maka barulah berpikir untuk melibatkan pihak lain, termasuk orang tua. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
“Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Mahateliti, Maha Mengenal.” (QS. An-Nisa: 35)
Syaikh Dr. Sulaiman bin Salimullah ar-Ruhaili mengatakan: “Metode yang syar’i dalam menyelesaikan masalah suami-istri adalah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Adanya diskusi dari hati ke hati antara suami-istri, dengan melibatkan semua akal dan perasaan, tanpa ada campur tangan dari pihak luar.
2. Perlu adanya langkah-langkah internal yang cerdas dari masing-masing pasangan untuk memperbaiki kesalahan pasangannya.
3. Melibatkan individu dari pihak luar, yang dianggap bijaksana dan baik oleh suami-istri, untuk menyelesaikan masalah dan mendamaikan antara suami-istri. Dan jangan membeberkan masalah kepada orang lain, kecuali dalam kondisi darurat. Dan jangan bermudah-mudahan melibatkan banyak orang dalam permasalahannya dengan pasangan.
Andaikan suami-istri menggunakan metode syar’i ini dalam menyelesaikan masalah mereka, sungguh akan hilang kebanyakan dari masalah mereka.”