Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu mengatakan :

 

من نسي خطيئته استعظم خطيئة غيره

“Siapa yang lupa akan kesalahan-kesalahannya; maka dia akan memandang besar kesalahan orang lain.”

Sirajul Muluk, hlm. 28

 

Di dalam kitab Shahih-nya, imam Bukhari membuka salah satu bab kitab ash-Shaum dengan perkataan Abu az-Zinad,

 

إن السنن ووجوه الحق لتأتي كثيرًا على خلاف الرأي

“Sesungguhnya mayoritas sunnah dan kebenaran bertentangan dengan pendapat pribadi” [HR. Bukhari].

 

Memang benar apa yang dikatakan beliau, betapa seringnya seseorang enggan menerima kebenaran karena bertentangan dengan pendapat dan tendensi pribadi. Bukankah dakwah tauhid yang ditawarkan nabi kepada kaum musyrikin, ditolak karena bertolak belakang dengan keinginan pribadi mereka, terutama tokoh-tokoh terpandang di kalangan kaum musyrikin?

 

Tidak jarang seseorang tidak mampu selamat dari hawa nafsu dan terbebas dari kekeliruan pendapat karena bersikukuh meyakini sesuatu dan tidak mau menerima koreksi. Hal ini tentu berbeda dengan kasus seorang mujtahid yang keliru dalam berijtihad. Ketika syari’at menerangkan bahwa seorang mujtahid yang keliru memperoleh pahala atas ijtihad yang dilakukannya, hal ini bukan berarti mendukung dirinya untuk menutup mata dari kesalahan ijtihad dan bersikukuh memegang pendapat jika telah nyata akan kekeliruannya. Betapa banyak ahli fikih yang berfatwa kemudian rujuk setelah meneliti ulang fatwanya dan melihat bahwa kebenaran berada pada pendapat pihak lain.

 

©️ 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/8067-introspeksi-diri-akhlak-yang-terlupa.html

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar