Hadirnya seorang anak dalam kehidupan berumah tangga, menghadirkan rasa bahagia. Kita pun merasa mendapat sebuah anugerah istimewa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di balik hadirnya sang buah hati, Allah ingin sematkan gelar pada kita untuk menjadi orang tua, Allah hendak muliakan kita lewat baktinya anak-anak kita, dan Allah pun telah mempercayakan kita untuk menjalankan tugas yang tak mudah sekaligus mulia.

Para sahabat muslimah, sebelum kita menjadi seorang istri dan juga ibu, kita mungkin pernah sibuk untuk menjalankan amanah ataupun tugas dari atasan tempat kita bekerja. Kita pun memperoleh imbalan, gaji, upah atau apa pun itu sebagai bayaran kerja keras yang kita usahakan. Namun, ketika Allah mengubah keadaan dan status kita menjadi seorang istri dan juga ibu, secara tidak langsung Allah memberikan tugas baru yang harus kita tunaikan. Allah pun hendak mendekatkan dan memudahkan kita sebagai wanita untuk lebih dekat dengan surga.

إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan” (HR. Ahmad)

Sebagai seorang istri kita pun bisa memasuki surga dengan 4 syarat itu. Tidak mudah memang untuk dijalankan, karena hadiahnya pun sangatlah istimewa dan tak ada tandingannya yaitu surga dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika kita menjadi seorang ibu, Allah pun telah muliakan kita melalui syariat Islam yang begitu indah dan sempurna ini, yaitu dengan sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa surga ada di bawah kedua kaki ibu.

Dari Mu’awiyah bin Jahimah as-Sulami bahwa ayahnya Jahimah as-Sulami Radhiyallahu anhu  datang kepada Nabi Muhammad dan berkata: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا

Wahai Rasûlullâh! Aku ingin ikut dalam peperangan (berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla ) dan aku datang untuk meminta pendapatmu.” Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mempunyai ibu?” Dia menjawab, “Ya.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tetaplah bersamanya! Karena sesungguhnya surga ada di bawah kedua kakinya.” Hadits ini dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim.

Adapun makna sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas adalah bahwa merendahkan diri di hadapan ibu dan berusaha mencari keridaannya dalam hal-hal yang tidak melanggar syariat Allâh Azza wa Jalla adalah sebab masuk surga.

Dalam kehidupan selalu ada sebuah pilihan. Dari setiap pilihan yang Allah hadirkan, akan ada konsekuensi yang harus kita terima. Akan ada dampak positif dan juga negatif yang harus siap kita dapatkan dari sebuah pilihan yang telah kita mantapkan.

Misalnya sebelumnya kita bekerja dan telah menekuni bidang pekerjaan yang sesuai dengan impian kita. Namun, setelah kita menikah, Allah hadapkan kita pada sebuah pilihan. Pilihan pertama, haruskah kita tetap bekerja meskipun telah menikah, akan tetapi dengan memenuhi syarat-syarat yang telah Allah syariatkan, serta mendapat izin dan rida dari suami. Atau memilih pilihan kedua, yaitu menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, akan tetapi harus mengikhlaskan dan meninggalkan pekerjaan yang sudah kita tekuni sejak lama.

Pilihan seperti itu memang terkadang cukup membingungkan dan menggalaukan hati bagi kita seorang wanita. Dan pilihan ini adalah pilihan yang Allah hadirkan pada hidup saya, tatkala Allah menetapkan saya untuk menjadi seorang ibu.

Pada saat proses ta’aruf menuju pernikahan, saya dan suami sudah saling sepakat dan menyetujui tentang hal pekerjaan dan meraih impian. Kami sepakat untuk tidak menghalangi setiap diri dalam meraih impian dan tetap berkarya ataupun bekerja meskipun sudah menikah, asalkan tugas dan kewajiban dalam berumah tangga tidak sampai terlalaikan.

Ketika saya hamil dan belum terlahir sang buah hati, saya pun masih diizinkan suami untuk tetap berkarya dan bekerja di salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang berfokus pada minat baca dan juga minat belajar anak. Pekerjaan ini adalah salah satu impian saya sejak kecil yaitu menjadi guru anak-anak. Dan kini saya pun telah melahirkan seorang anak laki-laki yang saleh, dan akan menjadi pemimpin masa depan yang adil dan bijaksana. Insya Allah Biidznillah….

Selama masa cuti melahirkan, pikiran saya pun berubah dan seakan semakin terbuka untuk bisa fokus mengurus keluarga, serta ambisi saya untuk berkarya dan bekerja di luar semakin berkurang. Saya pun berpikir, selama suami masih sanggup dan mampu untuk menafkahi keluarga, untuk apa saya masih saja sibuk berkarya dan bekerja di luar urusan rumah tangga yang hukumnya tidaklah wajib. Namun, urusan rumah tangga, melayani suami, mendidik anak, inilah yang menjadi kewajiban bagi wanita yang telah menikah.

Saya memikirkan hal ini semakin dalam, dan berbagai pertanyaan dalam diri pun semakin berkembang. Jika saya masih saja sibuk berkarya dan bekerja di luar, lalu siapa yang akan mendidik anak-anak. Akankah saya merepotkan orang tua untuk membantu mengurus dan mendidiknya yang kini sudah semakin menua, atau saya harus mencari seseorang untuk mengurus dan mendidiknya yang belum pasti baik dan benar dalam menjalankan amanah ini. Dan yang lebih menyedihkan lagi, akankah tugas mulia yang telah Allah amanahkan ini, saya kesampingkan atau bahkan lalaikan begitu saja seakan saya menyia-nyiakan sebuah pahala yang berujung pada surga-Nya. Naudzubillah….

Saya menyadari bahwa mendidik anak adalah bagian dari ibadah, terlebih ketika anak yang kita didik bisa tumbuh menjadi anak yang saleh dan salehah. Nantinya sebagai orang tua juga kita akan mendapat pahala jariyah yang tidak akan terputus, kala napas kita tak lagi berembus.

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).

Dalam menentukan sebuah pilihan, saya pun berdoa pada Allah agar diberikan petunjuk untuk bisa memilih pilihan terbaik menurut-Nya. Dan Alhamdulillah perlahan Allah memberi sebuah petunjuk kepada saya melalui sebuah tulisan yang saya baca, dari kajian yang saya dengarkan, dan juga dari kemantapan hati yang telah Allah teguhkan.

Salah satu kisah singkat yang saya baca yaitu dari seorang wanita yang tadinya  sibuk bekerja, akan tetapi kini memutuskan untuk berhenti bekerja dengan alasan anaknya menjadi kurang perhatian, kecanduan gadget, serta pola makan, dan tidur sang anak yang tidak teratur. Sebagai orang tua pastinya merasa sedih ketika mengetahui anaknya menjadi seperti itu. Hal ini pun menyadarkan akan fitrahnya sebagai wanita yang harus tinggal di dalam rumahnya dengan sibuk mengurusi tugasnya mengurus rumah tangga dan menjadi madrasah utama untuk anak-anaknya. MasyaAllah….

Membaca kisahnya, membuat saya merasa terketuk dan tersadar betapa pentingnya peranan seorang ibu sebagai pendidik utama bagi anak-anaknya, saya pun tidak ingin anak saya seperti itu. Cukuplah kisah itu menjadi sebuah pelajaran berharga yang tidak perlu terulang lagi bagi orang yang membaca dan belum mengalaminya.

Kemudian, ada sebuah ungkapan dari Ibnu Hajar,

مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ

“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dari yang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yang tersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialah orang yang benar-benar tertipu.” (Fath Al-Bari, 11: 343)

Dan pada akhirnya saya pun memilih untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya agar bisa lebih fokus mendidik anak dengan baik, serta ingin belajar lagi untuk lebih mengoptimalkan segala tugas dan kewajiban sebagai seorang istri yang salehah sebagai perhiasan terbaik dunia.

Kini yang menjadi impian saya adalah bisa menjadi istri salehah yang bisa membahagiakan hati suami, dan bisa meraih prestasi terbesar yaitu dengan cara mendidik anak-anak untuk tumbuh menjadi saleh dan salehah yang akan mengundang kebahagiaan dunia dan akhirat. Serta bisa menjadi hamba-Nya yang bertakwa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تَمُوْتَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ كِتٰبًا مُّؤَجَّلًا ۗ    وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۚ وَمَنْ يُّرِدْ ثَوَابَ الْاٰخِرَةِ نُؤْتِهٖ مِنْهَا ۗ    وَسَنَجْزِى الشّٰكِرِيْنَ

“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” QS. Ali ‘Imran[3]:145

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا

“Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.” QS. Al-Isra’[17]:19

Kedua Firman Allah di atas yang semakin memotivasi saya untuk bersemangat dan berbahagia dalam memprioritaskan kehidupan akhirat dibandingkan mengejar kehidupan dunia yang hanya bersifat fana. Bukankah ketika kita mengejar akhirat dunia pun akan mengikuti. Maka, kepada para muslimah yang kini menjadi ibu rumah tangga, janganlah kita merasa minder atau berkecil hati karena tidak bekerja lagi dan hanya ada di dalam rumah sendiri. Karena sejatinya kita pun sedang bekerja dan berjuang untuk mewujudkan generasi yang saleh dan salehah. Disamping itu, kita pun masih bisa berkarya dari dalam rumah, misalnya dengan menekuni hobi dan keahlian yang kita miliki. Mari, berbahagialah kita menerima dan menjalani tugas mulia ini.

Setiap kita bisa dan bebas memilih sebuah pilihan yang diyakini oleh hati. Namun, hendaknya kita bisa saling menghargai setiap pilihan orang lain yang berbeda dengan pilihan kita. Memilih menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya atau yang sambil bekerja sama-sama baik dan mengandung nilai positif dan negatinya tersendiri. Jika memang kondisi yang tidak memungkinkan kita untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, dan mengharuskan kita untuk bekerja, pastinya ini juga bagian dari ketetapan terbaik-Nya, maka wajib kita syukuri apa pun keadaannya. Semoga Allah memudahkan setiap kehidupan kita untuk bisa senantiasa dekat dengan-Nya. Aamiin….

 

Biodata singkat penulis : Penulis bernama Nurhana. Dia seorang ibu baru yang memiliki hobi menulis dan membaca. Dia pun suka belajar dan semangat menuntut ilmu sebagai bekal perbaikan dirinya. Dia berdomisili di Tangerang.

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar