Tentunya pertanyaan ini tidak asing lagi untuk didengar, bukan? Satu persatu undangan silih berganti datang. Rasanya baru saja kemarin berkenalan dalam masa orientasi, tiba-tiba sudah memberi kabar untuk datang ke resepsi. Mulanya hangat, berbagi cerita bersama teman komunitas adalah hal yang menjadi rutinitas. Namun, lorong waktu terus berjalan.. kini hanya menjadi pengagum status di media sosial. Topik obrolan pun sudah berbeda. Aku merasa berada dalam percakapan orang dewasa. Mendengar kisah rumah tangga, suka cita dan hangatnya keluarga kini sudah menjadi cemilan lezat yang menggiurkan.

 

Lantas muncul pertanyaan dalam hati, kapan giliranku datang? Kapan hari bahagia itu menyambut diriku? Berandai-andai kini menjadi hobi. Mengkompilasi seluruh cerita dari kisah sahabat-sahabatku dalam satu file yang tersusun rapi. Ah, rasanya indah sekali ketika bercanda gurau dengan dia yang sudah halal untukku. Menyiapkan masakan di setiap hari untuknya. Mencoba berbagai macam menu ini dan itu. Rasa makanan kaki lima menjadi bintang lima jika disantap dengannya. Berjalan beriringan untuk terus menuntut ilmu, membaca buku sampai larut malam rasanya tidak begitu memberatkan. Belum lagi ketika mendapatkan pujian darinya, bisa jadi aku merasa tuan putri paling cantik di istana. Bayangkan, pakaian warna warni yang indah itu bisa dipakai sesuka hati. Menahan diri untuk berpenampilan menarik akhirnya bisa tercurahkan di dalam istana, untuk pangeran yang gagah. Bayangkan betapa serunya petualangan menjadi tuan putri di setiap malam. Bebas berekspresi, memakai berbagai alat kecantikan yang berbuah pahala berlipat.

 

Kisah ini benar-benar layaknya cemilan lezat! Hangat dan manis, renyah yang kian menggugah selera. Memang menyantap kue yang berhasil dimasak dalam oven Ibu selalu nikmat, bukan? Namun, shalihahku. Perhatikanlah ketika Ibu membuat kue di dapur. Sadarkah bahwa prosesnya sangat panjang? Ibu memasaknya dengan sangat hati-hati. Perhatikanlah, tentu bahan-bahan yang dimasukkan bukan bahan yang sembarang. Coklatnya, terigunya, margarinnya. Semua bahan dimasukkan dengan komposisi yang sudah diperhitungkan dengan matang. Telur yang kotor, dicuci berkali-kali agar dapat bercampur dengan bahan-bahan yang lain. Langkah demi langkah dilakukannya, tidak ada satupun langkah yang terlewat. Jika terlewat, tentu saja kuenya tidak akan nikmat. Untuk menghasilkan kue yang manis, perlu proses panjang yang benar-benar dilakukan bahkan diperhatikan setiap pengerjaannya. Butuh bahan-bahan yang tidak sembarang, untuk bekerja sama dalam memadu rasa di lidah.

 

Ingatlah, membangun rumah tangga pun perlu persiapan yang matang. Menikah termasuk ke dalam bab akad. Dan akad yang paling tertinggi dalam ilmu fiqih adalah akad nikah. Bukan artinya tulisan ini kontra terhadap fenomena menikah muda, bukan pula menikah muda itu dilarang.

 

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.

 

“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.”

 

Maa syaa Allah, siapa yang tidak ingin mengerjakan sunnah Rasul? Terlebih menikah bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi sebagian besar orang.

 

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.

 

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”

 

Dan siapa yang tidak ingin menyempurnakan separuh agamanya? Setiap muslim dan muslimah tentu menjadikan ini sebagai target dalam busur-busur panah yang melesat hebat.

 

Namun sangat disayangkan, banyak umat yang ketika mendengar riwayat menikah muda mereka tergesa-gesa tanpa adanya persiapan. Menikah muda tentu indah, jika diiringi dengan bekal ilmu yang berkah. Bukankah Aisyah Radhiyallahu anha dinikahi oleh Rasul di usianya yang sangat muda? Tapi, coba kita tarik sedikit benangnya ke belakang. Lihatlah bagaimana parenting yang dilakukan Abu Bakar dan Ummu Ruman pada anak-anaknya sejak usia belia. Lihatlah, betapa Ummu Ruman menjadikan dirinya figur, sampai Rasulullah berkata “Barangsiapa yang ingin melihat wanita bidadari surga, hendaklah melihat Ummu Ruman.”  Lihatlah, bagaimana Abu Bakar menjadi pembuat kurikulum yang terakreditasi dengan baik untuk madrasahnya di rumah.

 

Sahabat-sahabat shalihahku, pertanyaan ini datang untuk menggerogoti nafsu yang kian berapi-api. Memasuki lubuk hati untuk bertanya pada jiwa yang bersih. Apakah Aisyah Radhiyallahu anha pernah kita temui riwayatnya, di usia yang tergolong muda disibukkan dengan menebar keluh kesahnya mengenai kesendirian? Beliau disibukkan dengan ilmu dan memperbaiki adab. Di usia yang muda, terbentuklah karakter yang kuat, tegar serta fokus dalam ketaatan. Lantas, sangat disayangkan. Banyak diantara kita yang hanya mengambil potongan kecil dari proses panjang para ulama dan wanita salaf terdahulu. Bagaimana pengetahuan kita mengenai adab istri shalihah? Bagaimana sikap yang harus dimiliki dalam menghadapi suami dan mertua? Bagaimana dengan ibadahmu? Ketaatanmu? Kebiasaan burukmu? Sudahkah mengalami langkah renovasi yang progresif? Apa kurikulum yang akan dibangun, untuk menyeberangi lautan kehidupan? Tanyakan shalihah, suarakan dengan kejujuran hati.

 

Kisah tuan putri di istana bersama pangeran gagah tentu menjadi impian sejuta wanita. Kisah-kisah mereka memang menjadi hidangan yang menggiurkan. Tak sabar untuk dimiliki, disantap dengan penuh suka cita. Namun, bukankah kita sepakat bahwa kue yang lezat pun mengalami proses pembuatan yang panjang? Jangan sampai, hidangan yang nikmat menjadi tak layak hanya karena kita tidak sabar dalam proses pembuatannya.

 

Tidak apa, jika tertinggal.. karena menikah bukan perlombaan.

Tidak apa, jika hari itu belum juga datang.. karena jodoh tak mungkin tertukar.

Tidak apa, jika sesekali merasa sepi.. mungkin Allah ingin melihatmu lebih giat dalam memperbaiki diri.

 

Tidak perlu gelisah, karena akan ada waktunya saksi berkata sah. Bukan karena pemilih. Tapi untuk menuju surga butuh nahkoda dan navigator yang paham betul mengenai jalurnya, tidak bisa hanya bermodalkan bismillah.

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar