Dalam sebuah riwayat yang tercantum dalam Shahih al-Bukhari, disebutkan:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَاإِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ ، عَنْ عَمْرٍو ، عَنْسَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ فَقَالَ : ” لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ ؛ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ “.

Abu Hurairah mengatakan: wahai Rasulullah; “siapakah yang akan berbahagia meraih syafaatmu kelak di akhirat..??” Beliau lantas bersabda; “sungguh aku sudah mengira, wahai Abu Hurairah, tidak ada yang akan bertanya tentang hadits ini lebih dulu daripada engkau, dikarenakan aku melihat semangatmu dalam mencari hadits. Orang yang akan berbahagia kelak dengan syafaatku di akhirat adalah orang yang mengucapkan syahadat “Laa Ilaaha Illallaah (tidak ada tuhan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah), dengan penuh keikhlasan dan ketulusan dari dirinya.” [HR. al-Bukhari: 6570]

 

Pelajaran berharga dari hadits di atas, bahwa syafaat Rasulullah ﷺ justru diraih dengan merealisasikan tauhid. Yaitu;

👉 Peribadatan yang disertai pengagungan dan kecintaan hanya kepada Allah semata, tanpa sedikitpun memalingkannya pada makhluk manapun.

Syafaat Rasulullah ﷺ tidak akan diraih oleh orang-orang yang berharap rizki, kesembuhan, keberkahan dan keselamatan dari beliau ﷺ, apalagi dari orang lain yang derajatnya di bawah beliau ﷺ.

 

Karena hati yang bergantung kepada selain Allah, bersandar dan berharap pada selain Allah, sekalipun pada orang-orang shalih atau para wali (terlebih jika mereka telah wafat), hati yang lebih khusyu’ berdoa di kuburan “keramat” daripada di masjid (rumah Allah), hati yang lebih takut kualat karena tidak mengikuti kemauan guru/mursyidnya daripada kualat karena melawan syariat, hati yang lebih optimis pada “keberkahan wali” daripada keberkahan amal shalih dalam mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ, adalah hati yang tidak sepenuhnya ikhlas dan tulus ketika lisannya mengucap; “Laa ilaaha illallaah”.

Hati yang seperti ini, tidak murni sepenuhnya untuk Allah. Inilah hati yang menduakan Penciptanya. Maka bagaimana mungkin pemilik hati yang demikian akan berbahagia meraih syafa’at Baginda Rasulullah ﷺ, jika Allah tidak meridhainya…??

 

Lombok, 03-09-2017
📝 Johan Saputra Halim

 

Web: alhujjah.com
Telegram: t.me/kristaliman
Facebook: fb.com/jo.saputra.halim

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar