Bulan Ramadan telah hadir kembali di tengah-tengah umat muslim di seluruh penjuru dunia, kehadirannya mengisi ruang hati manusia yang senantiasa penuh suka cita menyambutnya. Allah hadirkan satu bulan mulia untuk bisa kita maknai lebih dalam. Ustadz Abdul Tata hafidzahullahu ta’ala dalam ceramahnya menuturkan, “Janganlah kau ikuti sesuatu yang kau tidak punya ilmunya.”

 

Itu benar. Ramadan merupakan momentum belajar. Tidak bosan mengulang-ulang kembali pelajaran setiap kali Ramadan kembali hadir, supaya senantiasa ingat bahwa hari-hari di bulan tersebut banyak sekali keutamaannya. Sehingga yang kita rasakan hanyalah kelezatan dalam menjalankan ibadah di dalamnya.

 

Ada nasihat ustadzuna hafidzahullahu ta’ala yang berbunyi seperti ini, ”Semua bisa berantakan kalau kita tidak waspada, semua bisa berantakan kalau kita meremehkan, kita lalai, kalau kita arogan dan sombong, kalau kita menganggap ini sepele. Meremehkan itu berbahaya di semua bidang, apalagi untuk akhirat, maka tataplah bulan ini sebagaimana tatapan orang-orang beriman dan bertakwa dalam menyambut Ramadhan.”

 

Oleh karenanya, mempelajari ilmu terkait Ramadan bukanlah suatu yang sia-sia meski pelajarannya terus diulang-ulang setiap tahunnya. Terkhusus muslimah, mempelajari hakikat bulan Ramadhan membuat kita lebih banyak memaknai dan bersyukur setelah memahami ilmunya.

 

Dari proses belajar yang terus diulang, kita acapkali menemukan insight baru. Sebab nyatanya, apabila pengetahuan ini terus diurai, pemahaman kita masihlah belum seberapa karena ada banyak sekali kejutan yang baru diketahui dari proses belajar tersebut. Tentunya pengetahuan itu membuat seorang muslimah kembali merasakan syukurnya pada Allah subhanahu wa ta’ala atas nikmat yang diberikan-Nya.

 

Disebutkan bahwa seorang muslimah adalah pemborong pahala di bulan Ramadan. Hal sederhana tetapi sering kali kita lupa kalau kesederhanaan menyiapkan sahur dan berbuka untuk keluarganya merupakan suatu pahala, luruh sudah perasaan lelah ketika mendengarnya. Ternyata begitu indah agama ini memudahkan muslimah mendapatkan pahalanya.

 

Kemudian tentang shalatnya yang dilakukan di rumahnya, dalam ruangan di kamarnya, pahala seorang wanita sama halnya dengan shalatnya laki-laki yang pergi ke masjid. Di masyarakat kita, masih ada yang belum mengetahui perihal ini. Masih ada anggapan kalau ibadah yang dilakukannya selama di rumah bisa mengurangi nilai pahalanya, sehingga perasaan sesal oleh sebab ketidaktahuan menjadikannya congkak dalam memandang agamanya sendiri.

“Islam bukan untuk golongan wanita.”

“Begitu rendah Islam memandang wanita.”

“Sungguh perbedaan yang sangat kentara bagaimana Islam memperlakukan antara laki-laki dan wanita.”

“Islam telah mengungkung perannya.” Begitulah kiranya narasi-narasi kekeliruan dari orang-orang di luar sana.

Sesungguhnya, obat yang menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut hanyalah satu, yakni dengan kembali belajar mengambil hikmah dari majlis-majlis ilmu syar’i. Kelapangan hati untuk menerima bahwa peran seorang muslimah begitu istimewa yakni dengan mempelajari hakikat dirinya akan membuatnya sangat bersyukur.

 

“ Dear My Love, Muslimah

Ini surat cinta untukmu dariku, Ramadan. Aku bukannya hendak merayumu dengan kata-kata manis sebagai bentuk penghiburan yang paling klise. Aku berbicara mengenai kesungguhanku, kajian syar’i yang kamu dengar tentangku dan bagaimana caramu memaksimalkan kegiatan mengenai datangnya keberadaanku, itu bukanlah hanya kata-kata manis belaka. Kamu memang Allah ciptakan dengan garis takdir yang istimewa. Bukanlah suatu kesia-siaan setiap gerakmu.

 

Harapku, jangan lelah untuk meraihku karena aku telah datang padamu.

Your Love, Ramadan Kareem ”

 

 

Nia Mardiyani

@our.dandelionia

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar