Siapa yang tidak pernah dilanda kemalasan mengerjakan rutinitas atau tugas yang harus dikerjakan? Tentu semua dari kita tidak luput dari rasa ini. Dengan alasan letih atau bosan atau juga enggan sesungguhnya adalah samaran dari bentuk kemalasan di dalam diri kita. Keadaan ini tidak boleh berlarut- larut dan harus segera kita Atasi. Bagaimana caranya?
1. Memiliki tujuan hidup yang jelas
Mengalami “mager” alias malas gerak terjadi pada orang- orang yang tidak merumuskan tujuan hidup yang jelas untuk dirinya. Merasa hidup ini hanya butuh dijalani seperti air mengalir, mengikuti arus yang membawanya. Padahal hidup harus berjuang untuk meraih kebahagiaan bukan hanya kebahagiaan dunia saja akan tetapi juga kebahagiaan akhirat.
إِنَّ ٱلَّذِينَ لَا يَرۡجُونَ لِقَآءَنَا وَرَضُواْ بِٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَٱطۡمَأَنُّواْ بِهَا وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِنَا غَٰفِلُونَ أُوْلَٰٓئِكَ مَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُ بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus [10]: 7-8).
Saat kita mengharapkan pertemuan dengan Allah di akhirat kelak, kita tidak akan mengikutkan rasa malas dalam diri kita sebab kita tahu, memperturutkan kemalasan terlebih malas dalam beribadah akan menutup pintu pertemuan indah dengan Rabb di surga-Nya. Ketika kita memimpikan bisa menatap wajah Allah, kita menyadari kejadian itu hanya bisa kita rasakan tatkala Allah ridha pada kita dengan wasilah amal soleh- amal soleh yang kita lakukan sepanjang usia kita selama di dunia. Dan itu mustahil diraih apabila kita terus bermalas- malasan.
Dari Shuhaib bin Sinan, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، قَالَ : يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ؟ فَيَقُولُوْنَ : أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ : فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ .
“Apabila penghuni surga telah masuk surga, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,”Apakah kalian menginginkan sesuatu yang dapat Aku tambahkan?” Mereka menjawab,”Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih berseri? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Nabi bersabda,”Maka disingkapkanlah tabir penutup, sehingga tidaklah mereka dianugerahi sesuatu yang lebih mereka senangi dibandingkan anugerah melihat Rabb mereka Azza wa Jalla.”
Dalam riwayat lain dari riwayat Abu Bakar bin Abi Syaibah, ada tambahan riwayat : Kemudian Rasulullah membacakan ayat :
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (HSR. Muslim no. 448 & 449)
Maka tujuan hidup yang kita letakkan di depan mat akita setiap waktu adalah pertemuan indah dengan Allah. Kerinduan akan perjumpaan dengan Allah dan rasa ingin menatap wajah Allah adalah obat bagi kemalasan yang datang tiba- tiba. Sebab rasa malas untuk melakukan ibadah, mengerjakan amal soleh dan melaksanakan kewajiban- kewajiban kita adalah pemusnah wujudnya tujuan hidup yang ingin kita raih.
2. Kematian tidak menunggu tua
Allah Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ ثُمَّ اِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. Al Ankabut: 57).
Tidak ada dari manusia yang hidup selamanya di dunia. Setiap manusia yang hidup pasti akan menemui ajalnya sesuai dengan waktu yang sudah Allah tentukan baginya. Apakah ketika ajal itu tiba, kita ridha dipanggil Allah dalam keadaan diri dirundung kemalasan? Tentu tidak, bukan?
Kematian ditemui dengan su’ul khotimah atau husnul khotimah tergantung dari apa yang kita biasakan semasa hidup. Maka, saat malas betul- betul membalut jiwa, ingatlah bahwa bisa jadi kematian datang disaat itu juga. Bergegaslah untuk bangkit dan meninggalkan kemalasan yang bisa menyengsarakan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
“Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya” (HR Muslim no 2878)
Berkata Al-Munaawi, أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ “Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani dan ia dibangkitkan di atas hal itu” (At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 2/859)
3. Pulang butuh bekal
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang pundaknya, lalu berkata,
كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”
Ibnu ‘Umar lantas berkata,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada di petang hari, janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari, janganlah tunggu sampai datang petang. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah pula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416)
Setelah kematian menjemput, bukan berarti saat itu seluruh urusan manusia selesai. Akan tetapi, perjalanan panjang baru saja dimulai. Dan ketika itu kita butuh bekal berupa pahala dari seluruh perbuatan baik dan amal soleh yang kita lakukan selama di dunia.
Coba bayangkan jika selama hidup di dunia hanya di isi dengan bermalas- malasan, apakah mungkin kita memiliki bekal yang cukup untuk melalui perjalanan setelah kematian? Sangat tidak mungkin, shalihat fillah.
Karenanya, sewaktu rasa malas mulai menyerang, maka bersegeralah mengingat bahwa diri kita butuh bergegas untuk melakukan banyak kebaikan dan amal soleh demi bekal kita cukup. ingatlah, jika kematian bisa datang kapan saja dan bisa jadi kita tidak memiliki waktu lagi di lain hari untuk mengumpulkan bekal pulang kita.
4. Berdoa memohon kepada Allah
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ
“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)
Masya Allah, baginda Rasulullah saja senantiasa berdoa memohon kepada Allah untuk selalu dilindungi dari sifat malas. Sudah seharusnya kita yang hanya manusia biasa ini memperbanyak doa dalam hal memohon kepada Allah dilindungi dari sifat malas.
5. Istiqomah membaca dzikir pagi dan petang
Dzikir pagi dan petang adalah ikhtiar kita untuk melindungi diri dari gangguan syaithan, termasuk godaan syathan yang datang dari rasa malas. Karena rasa malas sungguh akan menjadi jalan kebinasaan bagi kita.
6. Lawan dengan segala daya
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” ( QS. Ar-Rad: 11)
Tidak mudah memang untuk melawan rasa malas dari diri kita. Akan tetapi, jika tidak ada dorongan dan motivasi dari dalam diri sendiri untuk melawan rasa malas, maka sampai kapanpun seseorang tidak akan terbebas dari kemalasan. Sebab Allah tidak akan merubah nasib seseorang apabila dirinya sendiri tidak berusaha untuk lepas dari rasa malas.
Semoga bermanfaat.