[Bagian 1]

Siapa di zaman sekarang yang masih asing dengan istilah kaum rebahan?

 

Sebelumnya, kata rebahan diartikan sebagai aktivitas istirahat dengan merebahkan tubuh atau berbaring di atas tempat tidur. Tetapi, sejak beberapa tahun lalu, sebagian anak-anak muda mulai menisbatkan diri mereka sebagai “kaum rebahan”. Istilah ini dianggap cukup melambangkan sifat mereka yang tidak suka banyak bergerak dan lebih memilih untuk rebahan atau bermalas-malasan di atas pembaringan.

 

Namun, meski terlihat tanpa target dan tujuan, umumnya kaum rebahan mempunyai mimpi-mimpi besar dan menginginkan kesuksesan. Seperti layaknya kebanyakan orang, mereka pun berangan-angan untuk dapat menjadi orang hebat, pintar, bergelimang harta, dan banyak relasi. Hanya saja, sejak kapan kesuksesan bisa diraih dengan rebahan di tempat tidur seharian? Pernah mendengar keinginan yang lebih tidak masuk akal?

 

Jangankan menggapai kesuksesan, alih-alih kaum rebahan hanya akan menjadi beban. Seperti potongan kisah dari Muhammad bin Tsaur yang menceritakan, “suatu ketika Sufyan Ats Tsauri melewati kami yang sedang berbincang di Masjidil Haram. Ia bertanya: ‘Kalian sedang membicarakan apa?’. Kami berkata: ‘Kami sedang berbincang tentang mengapa kita perlu bekerja?’. Beliau berkata:

اطلبوا من فضل الله ولا تكونوا عيالاً على المسلمين

“Carilah rezeki dari Allah dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin”.1

Begitu halnya dengan surga, kesuksesan akhirat dan kesuksesan hakiki. Jika ada yang bertanya, “apakah kamu ingin masuk surga?” Secara otomatis mulut berucap: “Tentu saja, aku ingin masuk surga.” Hanya saja, tangan dan kaki tidak bergerak secepat mulut menjawab atau bahkan tidak bergerak sama sekali. Berkata, “ingin masuk surga”, tetapi tubuh masih terlena dengan rebahan, malas-malasan dalam mengerjakan amalan-amalan yang menjadi faktor penyebab seseorang masuk surga.

 

Al-Munawi rahimahullah menjelaskan:

الكَسَل: التَّثاقُل والتَّراخي عمَّا ينبغي مع القُدْرة، أو هو عدم انبعاث النَّفس لفعل الخير

Al-kasal (malas) adalah merasa berat dan menunda-nunda perkara yang semestinya dilakukan, padahal ia mampu. Atau tidak ada motivasi dalam hati untuk melakukan kebaikan.”2

 

Bukankah Wajar Merasa Malas? Kenapa Harus Dilawan?

 

Pada dasarnya, rasa malas adalah hal yang wajar bahkan dialami oleh semua manusia. Lumrah bagi setiap muslim untuk mengalami masa semangat dan di lain waktu mengalami pula masa bermalas-malasan. Namun, apakah kemalasan ini akan dibiarkan begitu saja?

 

Sebagai seorang muslim yang beriman, jika rasa malas datang menghampiri, maka jangan biarkan rasa itu terus membelenggu. Lakukan hal-hal yang dapat memutus rasa malas, karena dia hanya akan menyusahkan hidupmu. Dia menjeratmu, membuatmu terlena dengan kesenangan yang fana. Hingga akhirnya diri sendiri tertipu dan terbiasa untuk malas beribadah, malas sholat, malas berdzikir, malas menuntut ilmu dan banyak lagi hal bermanfaat lainnya.

 

Dalam firman-Nya, Allah subhanahu wata’ala mengatakan:

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ . لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga ketika ajal menjemput salah seorang di antara mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikan aku (ke dunia) agar aku bisa beramal shalih terhadap orang-orang yang kutinggalkan. (QS.al-Mukminun/23:99-100)

Keinginan terbesar seseorang yang sudah meninggal adalah kembali ke dunia untuk beramal shalih. Ambillah pelajaran dari kehidupan mereka yang malas belajar agama, yang memilih bersantai daripada menyibukkan diri dengan kebaikan, yang sibuk dengan urusan dunia saja. Mereka menyesali kehidupan mereka di dunia. Apakah kita ingin mengikuti jejak kehidupan mereka?

 

Jangan pernah berfikir bahwa Allah mewajibkan kita beribadah kepada-Nya karena Allah butuh akan ibadah dan syukur kita. Sehingga, kita merasa tidak perlu beribadah dan justru bermalas-malasan saja. Ketahuilah, sesungguhnya kita yang sangat membutuhkan Allah. Kita yang butuh untuk beribadah kepada Allah.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ ۚ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang miskin (butuh kepada Allah) dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (QS. Muhammad:38)

Sudah jelas bukan betapa butuhnya kita kepada Allah? Pentingnya mengetahui hal ini agar kita senantiasa bangkit dari rasa malas yang membelenggu. Rasa malas yang dibiarkan saja tidak hanya menyulitkan kehidupan dunia yang dijalani saat ini, tapi juga menyulitkan kehidupan akhirat nanti.

 

Ingatlah! Rasa malas adalah rasa yang tidak diridhai Allah. Karena rasa malas menghalangi kita untuk berbuat kebaikan, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sampaikan:

 “Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, Allah jadikan ia beramal.” Lalu para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dijadikan dia beramal?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dibukakan untuknya amalan shalih sebelum meninggalnya sehingga orang-orang yang berada di sekitarnya ridha kepadanya.” (HR Ahmad dan Al Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih jami’ no 304.)

Klik disini untuk melanjutkan Bagian 2 dari 2

berbagi ilmu

Silahkan bagikan ilmu ini pada yang lain!

Tinggalkan Komentar